Senin, 14 Mei 2012

Filasafat Umum


IBNU RUSYD
RIWAYAT HIDUP DAN PEMIKIRANNYA
MAKALAH
Dibuat untuk Memenuhi Tugas Kelompok  Pada Mata Kuliah Filsafat Umum
Dosen
Abdul Malik, S.Ag

Disusun
Oleh Kelompok 6:
1.      Karina Noviyanti
2.      Nurul Hasanah
3.      Eki Agustin

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) SUKABUMI
2010 M / 1431 H
KATA PENGANTAR
 

Bismillahirahmanirrahim,
Segala puji hanya untuk Allah, Tuhan seru sekalian alam. Shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, Rasulullah terakhir yang diutus dengan membawa syari’ah yang mudah, penuh rahmat, dan membawa keselamatan dalam kehidupan dunia dan akhirat.
Makalah berjudul Ibnu Rusyd Riwayat Hidup dan Pemikirannya ini disusun untuk memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah filsafat umum. Kami telah berusaha semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan yang ada agar makalah ini dapat tersusun sesuai harapan.
Sesuai dengan fitrahnya, manusia diciptakan Allah sebagai makhluk yang tak luput dari kesalahan dan kekhilafan, maka dalam makalah yang saya susun ini pun belum mencapai tahap kesempurnaan.
Kami sampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang turut membantu dalam proses penyelesaian makalah ini, khususnya kepada Bpk. Abdul Malik, S.Ag yang telah memberikan tugas makalah ini. Dan umumnya kepada rekan-rekan yang telah memberikan motivasi dalam bentuk moril maupun materiil.
Mudah-mudahan makalah ini dapat memberikan manfaat, dan semoga amal ibadah serta kerja keras kita, senantiasa mendapat ridho dan ampunan dari-Nya. Amin.

                                                                        Sukabumi,   Nopember 2010
                                                                       
Penulis



 
 



DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR   ......................................................................................... i
DAFTAR ISI   ....................................................................................................... ii

BAB I          PENDAHULUAN
            A. Latar Belakang Masalah   .........................................................................
            B. Rumusan Masalah   ...................................................................................
            C. Tujuan   .....................................................................................................            

BAB II PEMBAHASAN
            A. Riwayat Hidup Ibnu Rusyd  ....................................................................
            B. Pemikiran Ibnu Rusyd  ...................................................................

BAB III KOMANTAR PENULIS  ..............................................................          
             
BAB IV KESIMPULAN  .......................................................................................

DAFTAR PUSTAKA 

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Ilmu filsafat Islam adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu secara mendalam tentang agama Islam, yang proses pembelajarannya tersebut sejauh yang dapat dijangkau akal manusia. Ilmu filsafat Islam ini merupakan cabang dari ilmu filsafat.
Adapun tokoh-tokoh dari filsafat Islam ini banyak sekali dan tak jarang dari mereka yang mengambil atau mengusung pendapat dari para filosuf Yunani. Para tokoh filsafat itu mempunyai pendapat mesing-masing yang antara pendapat tokoh satu dan lainnya mempunyai perbedaan atau ciri khas tertentu.
Adapun makalah yang kami susun ini akan membahas tentang seorang filosuf Islam yang lahir di Kordoba Spanyol, bernama lengkap Abu Al-Wahid Muhammad Ibnu Ahmad Ibnu Muhammad Ibnu Rusyd atau yang lebih dikenal dengan sebutan Ibnu Rusyd.
Ibnu Rusyd terkenal sebagai seorang filosuf yang menentang Al-Ghazali. Dalam bukunya Tahafutut-tahafut, Ibnu Rusyd membela pendapat-pendapat ahli filsafat Yunani dan Islam yang telah diserang habis-habisan oleh Al-Ghazali. Di dalam dunia Islam filsafat Ibnu Rusyd tidak berpengaruh besar, oleh sebab itu, namanya tidak seharum nama Al-Ghazali. Malah karena isi filsafatnya yang dianggap sangat bertentangan dengan pelajaran agama Islam yang umum, Ibnu Rusyd dianggap sebagai seorang yang zindik. Karena pendapatnya itu juga dia pernah diasingkan ke Lucena.

B.     Rumusan Masalah
Untuk membatasi pembahasan dalam makalah ini, kami berlandaskan atas dasar beberapa pertanyaan sebagai berikut:
1.      Bagaimana riwayat hidup Ibnu Rusyd?
2.      Jelaskan pemikiran Ibnu Rusyd?

C.    Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah agar para mahasiswa diharapkan dapat:
1.      Mengetahui riwayat hidup Ibnu Rusyd.
2.      Menjelaskan pemikiran Ibnu Rusyd.




















BAB  II
PEMBAHASAN

A.    Riwayat Hidup Ibnu Rusyd
Ibnu Rusyd adalah seorang filosof cemerlang, ahli ilmu al-Qur’an, serta ahli ilmu kealaman seperti fisika, kedokteran, biologi dan astronomi. Ia dikenal di Barat dengan nama Averroes, tapi nama yang lengkap adalah Abu Al-Wahid Muhammad ibn Ahmad Ibn Muhammad Ibn Rusyd. Ia lahir di kota Kordoba, Spanyol pada tahun 520 H/1126 M. Ibnu Rusyd berasal dari sebuah keluarga terpelajar yang berkebangsaan Spanyol yang terkemuka sejak beberapa generasi di atasnya. Keluarganya terkenal alim dalam ilmu fiqh. Kakeknya, seorang konsultan hukum serta menjadi qadli dan imam masjid besar Kordoba. Sedang ayahnya bernama Abu Al-Qosim juga seorang qadli, dia pernah menjabat sebagai kepala pengadilan di Andalusia. Al-Hafidz Abu Muhammad ibn Rizk, merupakan salah satu gurunya begitu pula Ibn Zuhr, bahkan boleh dikata buah fikiran dan kejeniusan gurunya ini mengalir cukup deras ke dalam tubuh Ibnu Rusyd.
Ibnu Rusyd hidup dalam situasi politik yang sedang berkecamuk. Ia lahir pada masa pemerintahan Al-Murafiyah yang digulingkan oleh golongan Al-Muhadiyah di Marrakusyi pada tahun 542 H/1147 M, yang menaklukkan Kordoba pada tahun 543 H/1148 M. gerakan Al-Muhadiyah itu sendiri dimulai oleh Ibn Tumart yang menyebut dirinya sebagai al-Mahdi.
Dengan berbekal keagamaan Ibnu Rusyd menduduki peranan penting dalam studi-studi keislaman. Beliau mempelajari Al-Qur’an beserta penafsirannya, hadits Nabi, ilmu fiqh, bahasa dan sastra Arab. Metode belajarnya secara lisan dari seorang ahli (‘alim). Ibnu Rusyd adalah murid dua filosof besar Maghribiah, Ibnu bajjah dan Ibnu Thufail. Ibnu Rusyd merevisi buku malikiyah, Al-muwatha, yang dipelajari bersama ayahnya.
Idenya sangat cemerlang dan dia dikenal sangat cerdas sehingga ia menguasai semua ilmu yang pernah dipelajarinya. Selain itu ia juga sangat dikenal sebagai orang yang dermawan dan berwawasan luas. Ketika usianya mencapai 27 tahun dia pergi ke Maroko dan melakukan kontak dengan Abdul Mu’min Raja Pertama Dinasti Muwahidin, lalu Raja Abdul Mu’min meminta tolong kepadanya untuk membangun sekolah-sekolah dan lembaga-lembaga ilmu dan mengorganisirnya pada saat itu. Ibnu Rusyd mengenal keluarga Zuhr, yaitu kalangan dokter yang terkenal dan memiliki hubungan baik dengan Abu Marwan Bin Zuhr.
Maka, Ketika Ibn Rusyd mengarang bukunya yang terkenal di bidang kedokteran Bi al-Kulliyat, pada tahun 1169 M yang membahas tentang masalah-masalah umum, dan termasuk buku-buku besar di bidang kedokteran, dia meminta Abu Marwan untuk menulis sebuah buku tentang masalah-masalah parsial, agar kedua buku menjadi satu buku lengkap yang komprehensif tentang kedoktreran. Dan Abu Marwan pun menulisnya dan memberkannya judul at-tafsir Fi al-mudawwat wa at-tadbir.
Ketika Abdul Mukmin meninggal dunia, anaknya bernama Abu Ya’qub Yusuf menggantikannya sebagai khalifah Dinasti Muwahidin. Abu Ya’qub adalah seseorang yang sangat mencintai ilmu dan orang-orang yang berilmu. Ibnu Thufail adalah seorang menterinya, yang kemudian menceritakan tentang kehebatan Ibnu Rusyd kepada khalifah. Ibnu Thufail memuji Ibnu Rusyd dihadapan khalifah dan membawanya ke istana pada tahun 548 H/1153 M.
Ternyata Abu Ya’qub sangat kagum kepada Ibnu Rusyd dan menjadikannya sebagai sahabat dekat. Khalifah Abu Ya’qub lalu mengangkat Ibnu Rusyd sebagai hakim di Asbilia pada tahun 565 H/ 1169 M, kemudian memutasinya sebagai hakim di Kordoba pada tahun 1171 Masehi. Pada tahun 1182 Masehi, khalifah Abu Ya’qub mengangkat Ibnu Rusyd sebagai ketua tim dokter kekhalifahan, lalu mengangkatnya sebagai ketua para hakim Kordoba, sebuah kedudukan yang pernah dipegang kakeknya.
Konon, khalifah pernah menemukan kesulitan dalam memahami buku-buku Aristoteles dan meminta Ibnu Thufail untuk mencari orang yang dapat menjelaskannya. Lalu, Ibnu Thufail mengusulkan agar Ibnu Rusyd meringkas, menjelaskan dan mendekatkan tujuan-tujuan dari buku-buku Aristoteles. Ibnu Rusyd secara terus-menerus meringkas dan menginterpretasi buku-buku Aristoteles pada saat itu. Dengan cara itu, dia telah mempersembahkan sebuah pelayan yang besar bagi pengembangan ilmu. Sebab dia telah menyelamatkan ide-ide dan teori-teori Aristoteles dari berbagai noda yang melekat padanya.
Ibnu Rusyd dikisahkan menulis tiga macam ulasan yang besar, menengah, dan kecil. Ulasan besarnya disebut tafsir, dan mengikuti pola tafsir Al-Qur’an. Dia mengutip satu paragraf dari tulisan Aristoteles kemudian memberikan penafsiran serta ulasan atasnya. Kini kita masih memiliki ulasan besarnya dalam bahsa Arab yaitu metaphysica, yang disunting oleh Bouyges. Ulasan kecilnya disebut talkhis. Dalam bahasa Arab talkhis berarti rangkuman. Orangf mungkin lebih banyak bahwa usalan-ulasan ini mengemukakan filsafat Aristoteles, tapi padahal juga mengungkapkan filsafat Rusyd. Suatu ringkasan yang berjudul Majmu’ah atau Jawami’, yang terdiri atas enam buku yaitu: physics, De Caelo et Mundo, De Generatione et Corruptione, Meteorologica, De Anima dan Metaphysica, kini telah diterbitkan dalam bahasa Arab. Dalam ulasan-ulasan ini Ibnu Rusyd tidak mengikuti teks asli dari karya Aristoteles dan tahapan pemikirannya.
Ketika Abu Ya’kub meninggal dunia, dia digantikan anaknya yang bernama Abu Yusuf yang bergelar Al-Manshur pada tahun 589 H/1184 M. Lantaran Abu Yusuf adalah seorang yang mencintai ilmu, maka dirinya menjadikan Ibnu Rusyd sebagai teman dekat, menghormatinya, dan mempertahankannya pada posisi yang tinggi di istana khalifah.
Posisi dan nasib baik Ibnu Rusyd di mata khalifah tersebut tak pelak menjadi penyebab munculnya kedengkian dan iri hati dari para ahli fiqh, sehingga membuat mereka merencanakan niat jahat untuk menghancurkannya, memfitnahnya di hadapan khalifah, menuduhnya sebagai orang yang kafir dan zindik karena kesibukannya mempelajari buku-bukui para filosof terdahulu, serta melaknat secara terbuka orang-orang yang membaca bukunya dan buku-buku para filosof pada umumnya. Kebetulan pada saat itu khalifah sedang menghadapi perang melawan Raja Qastala, Alfonso IX dan khalifah membutuhkan dukungan sebagian besar rakyat, sementara para ahli fiqh memiliki pengaruh yang kuat di tengah-tengah masyarakat.
Oleh karena itu, khalifah memenuhi usulan para ahli fiqh dan terpaksa mengikuti kemauan mereka. Maka, khalifah memerintahkan pembakaran buku-buku Ibnu Rusyd dan melarang terhadap pengajaran topik-topiknya. Hal yang sama dialami buku-buku para filosof yang lain, kecuali buku-buku kedokteran, berhitung dan prinsip-prinsip biologi. Khalifah membuang Ibnu Rusyd dan sejumlah tokoh yang sibuk mempelajari ilmu hikmah dan ilmu-ilmu Yunani ke Lucena dekat Kordoba.
Ketika perang berakhir dan suasana kembali tenang, khalifah membebaskan Ibnu Rusyd dan para tokoh cendikiawan lain yang pernah ia murkai dan buang. Khalifah membolehkan kembali mereka mengajarkan filsafat, memaafkan Ibnu Rusyd, dan mengembalikannya ke istana di Marrakusy Maroko. Sayangnya usia Ibnu Rusyd sudah senja, sehingga setelah itu dia meninggal dunia pada tahun 595 H/1198 M dalam usia 72 tahun. Ibnu Rusyd dimakamkan di Marrakusy, kemudian kerangka mayatnya dipindahkan ke Kordoba.
Semasa hidupnya Ibnu Rusyd lebih dikenal dan dihargai di Eropa Tengah daripada di Timur dikarenakan beberapa sebab. Pertama, tulisan-tulisannya yang banyak jumlahnya itu diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan diedarkan serta dilestarikan, sedangkan teksnya yang asli dalam bahasa Arab dibakar atau dilarang diterbitkan lantaran mengandung semangat anti filsafat dan filosof. Kedua, Eropa pada zaman Renaissance dengan mudah menerima filsafat dan metode ilmiah sebagaimana dianut oleh Ibnu Rusyd, sedangkan di Timur ilmu dan filsafat mulai dikurbankan demi berkembangnya gerakan-gerakan mistis dan keagamaan.  Sebenarnya, dia sendiri terpengaruh oleh adanya pertentangan ilmu dan filsafat dengan agama. Agama memenangkan pertikaian itu di Timur, dan ilmu memenangkannya di Barat.

B.     Pemikiran Ibnu Rusyd
Ibnu Rusyd terkenal sebagai seorang filosof yang menentang Al-Ghazali. Bukunya yang khusus menentang filsafat Al-Ghazali ialah Tahafutut-tahafut yang menentang buku Al-Ghazali Tahafutu Falasifah. Dalam bukunya itu Ibnu Rusyd membela kembali pendapat-pendapat ahli filsafat Yunani dan Islam yang telah diserang habis-habisan oleh Al-Ghazali. Sebagai pembela Aristoteles, tentu saja Ibnu Rusyd menolak prinsip ijraul-adat dari Al-Ghazali. Seperti Al-Farabi, dia juga mengemukakan prinsip hukum kausal dari Aristoteles dan mengatakan bahwa filsafat tidak berlawanan dengan agama, bahkan mengukuhkannya dan menjelaskan perumusan-perumusannya.
Dalam menguraikan perlunya pemaduan tersebut ia menguraikan empat masalah:
1.      Keharusan berfilsafat menurut syara’
Menurut Ibnu Rusyd, fungsi filsafat tidak lebih daripada mengadakan penyelidikan tentang alam wujud dan memandangnya sebagai jalan untuk menemukan zat yang membuatnya. Seperti dalam Qs. al-Araaf : 185 berikut:
Artinya: “Dan apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan langit dan bumi dan segala sesuatu yang diciptakan Allah, dan kemungkinan telah dekatnya kebinasaan mereka? Maka kepada berita manakah lagi mereka akan beriman selain kepada Al Qur'an itu?”
Maksud ayat tersebut tidak lain adalah pengambilan suatu hukum yang belum diketahui (majmul), dan inilah yang disebut qiyas akli. Oleh karena itu, penyelidikan yang bersifat filosofis menjadi suatu kewajiban.
2.      Pengertian lahir dan pengertian batin serta keharusan takwil
Filosof-filosof Islam sepakat bahwa akal dan wahyu keduanya menjadi sumber pengetahuan, dan akal untuk mencapai kebenaran nas-nas yang menurut lahirnya berlawanan dengan filsafat. Bagi Ibnu Rusyd, nas-nas itu bias ditakwilkan (ditafsirkan) menurut aturan-aturan takwil dalam bahasa Arab, seperti halnya dengan kata-kata dari syara’ dapat ditakwilkan pula dari segi aturan fiqh. Oleh karena itu, ulama-ulama Islam sepakat bahwa tidak semua kata yang datang dari syara’ diartikan menurut arti lahirnya, tidak pula harus dikeluarkan semuanya dari lahirnya (jadi memakai arti batin).
Dengan demikian, ada arti lahir dan arti batin. Kalau arti-arti lahir sesuai dengan hasil pemikiran, maka arti ini harus diambil, dan kalau berlainan, maka harus dicari penakwilannya. Arti takwil ialah mengeluarkan suatu kata dari yang harfiah hakiki untuk dibawa kepada arti majazi (bukan arti yang sebenarnya).
3.      Aturan-aturan takwil
Ibnu Rusyd meletakkan beberapa aturan sebagai pegangan dalam melakukan takwil, yaitu:
a)      Setiap orang harus menerima dasar-dasar syara’ dan mengikutinya, serta menginsafi bahwa syara’ melarang memperkatakan hal-hal yang tidak disinggung-singgung olehnya.
b)      Yang berhak mengadakan takwil hanya golongan filsuf semata.
c)      Hasil penakwilan hanya bisa dikemukakan kepada golongan pemakai qiyas burhani.
d)     Kaum Muslimin sudah sepakat bahwa dalam syara’ ada tiga bagian, yaitu:
§  bagian yang harus diartikan menurut lahirnya,
§  bagian yang harus ditakwilkan, dan
§  bagian yang masih diperselisihkan.
4.      Pertalian akal dan wahyu
Meskipun Ibnu Rusyd memuja kekuatan akal dan mempercayai kesanggupannya untuk mengetahui, ia menyatakan bahwa dalam dunia ini ada hal-hal yang terletak di luar kesanggupan akal untuk dapat diketahuinya. Oleh karena itu, kita harus kembali kepada wahyu yang diturunkan untuk menyempurnakan pengetahuan akal.
Dalam bukunya, ia mengatakan bahwa: “Semua yang tidak disanggupi akal, maka Tuhan memberikannya kepada manusia melalui wahyu.” Misalnya mengetahui Tuhan, mengetahui arti kebahagiaan dan kesengsaraan di dalam dunia dan akhirat, dan mengetahui jalan untuk mencapai kebahagiaan dan menjauhi kesengsaraan tersebut. Berkali-kali Ibnu Rusyd menegaskan bahwa perhatian filsafat ditujukan kepada pengenalan apa yang dibawa oleh syara’. Kalau maksud ini dicapai, maka filsafat harus mengakui kelemahan akal manusia terhadap hal-hal yang dibawa oleh syara’, yang hanya bisa diketahui melalui syara’ itu sendiri.
Menurut Ibnu Rusyd, kehidupan dan kebahagiaan seseorang di dunia dan di akhirat nanti tidak terdapat kecuali dengan keutamaan yang berhubungan dengan fikiran dan penyelidikan yang hanya bisa dicapai dengan keutamaan akhlak. Keutamaan akhlak ini tidak tertanam di dalam jiwa kecuali dengan jalan mengetahui Tuhan dan memujanya dengan ibadah-ibadah yang dilakukan menurut agama, seperti memberikan kurban, berdoa dan sholat, serta perbuatan-perbuatan lain yang hanya bisa diketahui dari syara’ yang diwahyukan itu. Dengan kata lain, soal-soal tersebut seluruhnya, tidak akan jelas kecuali dengan wahyu.

Di antara karangan-karangannya mengenai filsafat adalah:
1.      Tahafutut-Tahafut
2.      Risalah fi Ta’alluqi ‘Ilmillahi ‘an aAdami Ta’alluqihi bil-juziyat
3.      Tafsiru ma ba’dath-Thabiat
4.      Fashlul-Maqal fi ma Bainal-hikmah wasy-Syariah Minal-Ittishal
5.      Al-Kasyfu ‘an Manahijil ‘Adilah fi ‘Aqaidi Ahlil Millah
6.      Naqdu Kadhariyat ibni Sina ‘Anil-Mumkin Lidzatihi wal-Mumkin Lighairihi
7.      Risalah fi-Wujudil-Azali wal-Wujudil-Muaqqat
8.      Risalah fil-Aqli wal-Ma’quli.
Ibnu Rusyd mengagungkan kedudukan akal dan argumentasi rasional dalam menalar segala hal yang ada dan dalam mencapai tingkat hakikat. Kecenderungannya pada rasionalitas ini membuatnya mengambil sikap moderat, bijaksana, dan jernih terhadap para filosof terdahulu, karena dia sendiri memandang bahwa setiap pemikir harus memanfaatkan ide-ide para pemikir terdahulu dan mengusai akalnya sesuai dengan argumentasi rasional yang benar. Intinya, yang benar kita terima dan yang salah kita tolak, serta senantiasa berhati-hati terhadapnya.
Ibnu Rusyd membicarakan filsafat ketuhanan di berbagai karangannya, antara lain pada Tahafutut-Tahafut dan Mana-hijal Adillah, filsafat ini membahas tentang wujud Tuhan, sifat-sifat-Nya dan hubungan-Nya dengan alam.
Mengenai wujud Tuhan, dalam Fashl Al Maqal Ibnu Rusyd menyatakan, bahwa mangenal pencipta itu hanya mungkin dengan mempelajari alam wujud yang diciptakan-Nya, untuk dijadikan petunjuk bagi adanya pencipta itu. Allah memberikan dua dalil dalam kitab-katab-Nya, yang diringkas oleh Ibnu Rusyd sebagai dalil ‘inayah dan dalil ikhtira’ (cipta).
a)      Dalil ‘Inayah
Apabila alam ini kita perhatikan, maka kita akan mengetahiu bahwa apa yang ada di dalamnya sesuai sekali dengan kehidupan manusia dan makhluk-makhluk lain. Persesuaian ini, bukan terjadi secara kebetulan, tetapi menunjukkan adanya penciptaan yang rapi dan teratur yang didasarkan atas ilmu dan kebijaksanaan sebagaimana yang ditunjukkan oleh ilmu pengetahuan modern.Dalil ‘inayah ini mempunyai kelebihan karena mengajak kita kepada pengetahuan yang benar, bukan sekedar ada argumentasi, tapi mendorong kita untuk memperbanyak penyelidikan dan menyingkap rahasia-rahasia alam, bukan untuk menimbulkan kesulitan dan kejanggalan.
b)      Dalil Ikhtira
Dalil ikhtira ini sama jelasnya dengan dalil ‘inayah karena adanya penciptaan tampak jelas pada makhluk-makhluk yang Allah ciptakan, dengan gejala hidup yang berbeda-beda. Kesemuanya tidak terjadi secara kebetulan, sebab kalau terjadi secara kebetulan tentulah tingkatan hidup tidak berbeda-beda. Kesemuanya ini menunjukkan adanya pencipta yang menghendaki supaya sebagian makhluknya lebih tinggi daripada makhluk yang lain.
Di samping kedua dalil tersebut, Ibnu Rusyd juga mengemukakan dalil lain yaitu dalil Penggerak Pertama yang diambilnya dari Aristoteles. Dalil ini menyatakan bahwa alam semesta ini bergerak dengan suatu gerakan yang abadi, dan gerakan ini mengandung adanya penggerak pertama yang tidak bergerak dan tidak berbenda yaitu Tuhan. Namun Ibnu Rusyd tidak mengikuti pemikiran Aristoteles yang mengatakan bahwa gerakan benda-benda langit adalah qadim, karena Ibnu Rusyd mengatakan bahwa banda-bernda langit gerakannya dijadikan oleh Tuhan dari tiada dan bukan dalam zaman, karena zaman tidak mungkin mendahului wujud perkara yang bergerak, selama zaman itu kita anggap sebagai ukuran gerakannya. Jadi gerakan menghendaki adanya penggerak pertama atau sebab yang mengeluarkan dari tiada menjadi wujud.








BAB III
KOMENTAR PENULIS

Ibnu Rusyd adalah seorang filosof cemerlang, ahli ilmu al-Qur’an, serta ahli ilmu kealaman seperti fisika, kedokteran, biologi dan astronomi. Ibnu Rusyd mengadakan pemaduan antara agama dengan filsafat bahkan melebihi orang-orang sebelumnya. Hal ini disebabkan fuqaha-fuqaha pada masanya mengingkari filsafat Yunani, terutama filsafat Aristoteles. Mereka mendapat bantuan dari penguasa negara Muwahidin, tempat Ibnu Rusyd hidup di bawah naungannya, yang dalam persoalan agama dan filsafat dengan tegas-tegas memihak kepada Al-Ghazali. Dengan segala ketekunan Ibnu Rusyd harus mangadakan pemaduan antara agama dengan filsafat karena adanya serangan yang berat terhadap filsafat terutama dari Al-Ghazali. Akhirnya dengan segala ketekunannya Ibnu Rusyd dapat mengarang buku yang khusus menentang filsafat Al-Ghazali ialah Tahafutut-tahafut yang menentang buku Al-Ghazali Tahafutu Falasifah.
Semasa hidupnya Ibnu Rusyd lebih dikenal dan dihargai di Eropa Tengah daripada di Timur dikarenakan beberapa sebab. Pertama, tulisan-tulisannya yang banyak jumlahnya itu diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan diedarkan serta dilestarikan, sedangkan teksnya yang asli dalam bahasa Arab dibakar atau dilarang diterbitkan lantaran mengandung semangat anti filsafat dan filosof. Kedua, Eropa pada zaman Renaissance dengan mudah menerima filsafat dan metode ilmiah sebagaimana dianut oleh Ibnu Rusyd, sedangkan di Timur ilmu dan filsafat mulai dikurbankan demi berkembangnya gerakan-gerakan mistis dan keagamaan.  Sebenarnya, dia sendiri terpengaruh oleh adanya pertentangan ilmu dan filsafat dengan agama. Agama memenangkan pertikaian itu di Timur, dan ilmu memenangkannya di Barat.




BAB IV
KESIMPULAN

Ibnu Rusyd adalah seorang filosof cemerlang, ahli ilmu al-Qur’an, serta ahli ilmu kealaman seperti fisika, kedokteran, biologi dan astronomi. Ia dikenal di Barat dengan nama Averroes, tapi nama yang lengkap adalah Abu Al-Wahid Muhammad ibn Ahmad Ibn Muhammad Ibn Rusyd. Ia lahir di kota Kordoba, Spanyol pada tahun 520 H/1126 M. Ibnu Rusyd berasal dari sebuah keluarga terpelajar yang berkebangsaan Spanyol yang terkemuka sejak beberapa generasi di atasnya. Keluarganya terkenal alim dalam ilmu fiqh. Kakeknya, seorang konsultan hukum serta menjadi qadli dan imam masjid besar Kordoba. Sedang ayahnya bernama Abu Al-Qosim juga seorang qadli, dia pernah menjabat sebagai kepala pengadilan di Andalusia. Ibnu Rusyd adalah seorang yang cerdas yang menguasai Al-Qur’an beserta penafsirannya, hadits Nabi, ilmu fiqh, bahasa dan sastra Arab. Metode belajarnya secara lisan dari seorang ahli (‘alim). Ibnu Rusyd adalah murid dua filosof besar Maghribiah, Ibnu bajjah dan Ibnu Thufail.
Ibnu Rusyd terkenal sebagai seorang filosuf yang menentang Al-Ghazali. Dalam bukunya Tahafutut-tahafut, Ibnu Rusyd membela pendapat-pendapat ahli filsafat Yunani dan Islam yang telah diserang habis-habisan oleh Al-Ghazali. Di dalam dunia Islam filsafat Ibnu Rusyd tidak berpengaruh besar, oleh sebab itu, namanya tidak seharum nama Al-Ghazali. Malah karena isi filsafatnya yang dianggap sangat bertentangan dengan pelajaran agama Islam yang umum, Ibnu Rusyd dianggap sebagai seorang yang zindik. Karena pendapatnya itu juga dia pernah diasingkan ke Lucena.  Itu semua akibat kedengkian dan iri hati dari para ahli fiqh, sehingga membuat mereka merencanakan niat jahat untuk menghancurkannya, memfitnahnya di hadapan khalifah, menuduhnya sebagai orang yang kafir dan zindik karena kesibukannya mempelajari buku-bukui para filosof terdahulu, serta melaknat secara terbuka orang-orang yang membaca bukunya dan buku-buku para filosof pada umumnya.



DAFTAR PUSTAKA

Mustofa, H. A, Filsafat Umum, Bandung: Pustaka Setia, 2004.
‘Utsman Najati, Muhammad, Dr,  Jiwa dalam Pandangan Para Filosof Muslim, Bandung:       Pustaka Hidayah, 2002.
Leaman, Oliver, Pengantar Filsafat Islam, Sebuah Pendekatan Tematis, Jakarta: Mizan, 2002.
Hadi, Saiful, 125 Ilmuwan Muslim Pengukir Sejarah, Jakarta: PT. Intimedia Cipta Nusantara, cetakan 1, 2002.


   



Tidak ada komentar:

Posting Komentar