IBNU
RUSYD
RIWAYAT
HIDUP DAN PEMIKIRANNYA
MAKALAH
Dibuat untuk Memenuhi Tugas Kelompok Pada Mata Kuliah Filsafat Umum
Dosen
Abdul Malik, S.Ag
Disusun
Oleh Kelompok 6:
1. Karina
Noviyanti
2. Nurul
Hasanah
3. Eki
Agustin
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) SUKABUMI
2010 M / 1431 H
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmanirrahim,
Segala puji
hanya untuk Allah, Tuhan seru sekalian alam. Shalawat dan salam semoga
dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, Rasulullah terakhir yang diutus dengan
membawa syari’ah yang mudah, penuh rahmat, dan membawa keselamatan dalam
kehidupan dunia dan akhirat.
Makalah berjudul Ibnu
Rusyd Riwayat Hidup dan Pemikirannya ini disusun untuk memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah filsafat umum. Kami telah berusaha semaksimal mungkin sesuai dengan
kemampuan yang ada agar makalah ini dapat tersusun sesuai harapan.
Sesuai dengan fitrahnya, manusia diciptakan Allah sebagai
makhluk yang tak luput dari kesalahan dan kekhilafan, maka dalam makalah yang
saya susun ini pun belum mencapai tahap kesempurnaan.
Kami sampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang turut
membantu dalam proses penyelesaian makalah ini, khususnya kepada Bpk. Abdul
Malik, S.Ag yang telah memberikan tugas makalah ini. Dan umumnya kepada rekan-rekan
yang telah memberikan motivasi dalam bentuk moril maupun materiil.
Mudah-mudahan makalah ini dapat memberikan manfaat, dan
semoga amal ibadah serta kerja keras kita, senantiasa mendapat ridho dan
ampunan dari-Nya. Amin.
Sukabumi, Nopember 2010
Penulis
|
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ......................................................................................... i
DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah .........................................................................
B.
Rumusan Masalah ...................................................................................
C.
Tujuan .....................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A. Riwayat
Hidup Ibnu Rusyd ....................................................................
B. Pemikiran
Ibnu Rusyd ...................................................................
BAB III KOMANTAR PENULIS ..............................................................
BAB IV KESIMPULAN .......................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Ilmu filsafat Islam
adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu secara mendalam tentang agama
Islam, yang proses pembelajarannya tersebut sejauh yang dapat dijangkau akal
manusia. Ilmu filsafat Islam ini merupakan cabang dari ilmu filsafat.
Adapun tokoh-tokoh dari
filsafat Islam ini banyak sekali dan tak jarang dari mereka yang mengambil atau
mengusung pendapat dari para filosuf Yunani. Para tokoh filsafat itu mempunyai
pendapat mesing-masing yang antara pendapat tokoh satu dan lainnya mempunyai perbedaan
atau ciri khas tertentu.
Adapun makalah yang
kami susun ini akan membahas tentang seorang filosuf Islam yang lahir di
Kordoba Spanyol, bernama lengkap Abu Al-Wahid Muhammad Ibnu Ahmad Ibnu Muhammad
Ibnu Rusyd atau yang lebih dikenal dengan sebutan Ibnu Rusyd.
Ibnu Rusyd terkenal sebagai
seorang filosuf yang menentang Al-Ghazali. Dalam bukunya Tahafutut-tahafut, Ibnu Rusyd membela pendapat-pendapat ahli
filsafat Yunani dan Islam yang telah diserang habis-habisan oleh Al-Ghazali. Di
dalam dunia Islam filsafat Ibnu Rusyd tidak berpengaruh besar, oleh sebab itu,
namanya tidak seharum nama Al-Ghazali. Malah karena isi filsafatnya yang
dianggap sangat bertentangan dengan pelajaran agama Islam yang umum, Ibnu Rusyd
dianggap sebagai seorang yang zindik. Karena pendapatnya itu juga dia pernah
diasingkan ke Lucena.
B. Rumusan Masalah
Untuk membatasi
pembahasan dalam makalah ini, kami berlandaskan atas dasar beberapa pertanyaan
sebagai berikut:
1.
Bagaimana riwayat hidup Ibnu Rusyd?
2.
Jelaskan pemikiran Ibnu Rusyd?
C. Tujuan
Adapun
tujuan dari makalah ini adalah agar para mahasiswa diharapkan dapat:
1. Mengetahui
riwayat hidup Ibnu Rusyd.
2. Menjelaskan
pemikiran Ibnu Rusyd.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Riwayat Hidup Ibnu Rusyd
Ibnu
Rusyd adalah seorang filosof cemerlang, ahli ilmu al-Qur’an, serta ahli ilmu
kealaman seperti fisika, kedokteran, biologi dan astronomi. Ia dikenal di Barat
dengan nama Averroes, tapi nama yang lengkap adalah Abu Al-Wahid Muhammad ibn Ahmad Ibn Muhammad Ibn Rusyd. Ia lahir di
kota Kordoba, Spanyol pada tahun 520 H/1126 M. Ibnu Rusyd berasal dari sebuah
keluarga terpelajar yang berkebangsaan Spanyol yang terkemuka sejak beberapa
generasi di atasnya. Keluarganya terkenal alim dalam ilmu fiqh. Kakeknya,
seorang konsultan hukum serta menjadi qadli dan imam masjid besar Kordoba.
Sedang ayahnya bernama Abu Al-Qosim juga seorang qadli, dia pernah menjabat
sebagai kepala pengadilan di Andalusia. Al-Hafidz Abu Muhammad ibn Rizk,
merupakan salah satu gurunya begitu pula Ibn Zuhr, bahkan boleh dikata buah
fikiran dan kejeniusan gurunya ini mengalir cukup deras ke dalam tubuh Ibnu
Rusyd.
Ibnu
Rusyd hidup dalam situasi politik yang sedang berkecamuk. Ia lahir pada masa
pemerintahan Al-Murafiyah yang digulingkan oleh golongan Al-Muhadiyah di Marrakusyi
pada tahun 542 H/1147 M, yang menaklukkan Kordoba pada tahun 543 H/1148 M.
gerakan Al-Muhadiyah itu sendiri dimulai oleh Ibn Tumart yang menyebut dirinya
sebagai al-Mahdi.
Dengan
berbekal keagamaan Ibnu Rusyd menduduki peranan penting dalam studi-studi
keislaman. Beliau mempelajari Al-Qur’an beserta penafsirannya, hadits Nabi,
ilmu fiqh, bahasa dan sastra Arab. Metode belajarnya secara lisan dari seorang
ahli (‘alim). Ibnu Rusyd adalah murid dua filosof besar Maghribiah, Ibnu bajjah
dan Ibnu Thufail. Ibnu Rusyd merevisi buku malikiyah, Al-muwatha, yang
dipelajari bersama ayahnya.
Idenya
sangat cemerlang dan dia dikenal sangat cerdas sehingga ia menguasai semua ilmu
yang pernah dipelajarinya. Selain itu ia juga sangat dikenal sebagai orang yang
dermawan dan berwawasan luas. Ketika usianya mencapai 27 tahun dia pergi ke Maroko
dan melakukan kontak dengan Abdul Mu’min Raja Pertama Dinasti Muwahidin, lalu Raja
Abdul Mu’min meminta tolong kepadanya untuk membangun sekolah-sekolah dan
lembaga-lembaga ilmu dan mengorganisirnya pada saat itu. Ibnu Rusyd mengenal
keluarga Zuhr, yaitu kalangan dokter yang terkenal dan memiliki hubungan baik
dengan Abu Marwan Bin Zuhr.
Maka,
Ketika Ibn Rusyd mengarang bukunya yang terkenal di bidang kedokteran Bi al-Kulliyat, pada tahun 1169 M yang
membahas tentang masalah-masalah umum, dan termasuk buku-buku besar di bidang
kedokteran, dia meminta Abu Marwan untuk menulis sebuah buku tentang
masalah-masalah parsial, agar kedua buku menjadi satu buku lengkap yang komprehensif
tentang kedoktreran. Dan Abu Marwan pun menulisnya dan memberkannya judul at-tafsir Fi al-mudawwat wa at-tadbir.
Ketika
Abdul Mukmin meninggal dunia, anaknya bernama Abu Ya’qub Yusuf menggantikannya
sebagai khalifah Dinasti Muwahidin. Abu Ya’qub adalah seseorang yang sangat
mencintai ilmu dan orang-orang yang berilmu. Ibnu Thufail adalah seorang
menterinya, yang kemudian menceritakan tentang kehebatan Ibnu Rusyd kepada
khalifah. Ibnu Thufail memuji Ibnu Rusyd dihadapan khalifah dan membawanya ke
istana pada tahun 548 H/1153 M.
Ternyata
Abu Ya’qub sangat kagum kepada Ibnu Rusyd dan menjadikannya sebagai sahabat
dekat. Khalifah Abu Ya’qub lalu mengangkat Ibnu Rusyd sebagai hakim di Asbilia
pada tahun 565 H/ 1169 M, kemudian memutasinya sebagai hakim di Kordoba pada
tahun 1171 Masehi. Pada tahun 1182 Masehi, khalifah Abu Ya’qub mengangkat Ibnu
Rusyd sebagai ketua tim dokter kekhalifahan, lalu mengangkatnya sebagai ketua
para hakim Kordoba, sebuah kedudukan yang pernah dipegang kakeknya.
Konon,
khalifah pernah menemukan kesulitan dalam memahami buku-buku Aristoteles dan
meminta Ibnu Thufail untuk mencari orang yang dapat menjelaskannya. Lalu, Ibnu
Thufail mengusulkan agar Ibnu Rusyd meringkas, menjelaskan dan mendekatkan
tujuan-tujuan dari buku-buku Aristoteles. Ibnu Rusyd secara terus-menerus
meringkas dan menginterpretasi buku-buku Aristoteles pada saat itu. Dengan cara
itu, dia telah mempersembahkan sebuah pelayan yang besar bagi pengembangan
ilmu. Sebab dia telah menyelamatkan ide-ide dan teori-teori Aristoteles dari
berbagai noda yang melekat padanya.
Ibnu
Rusyd dikisahkan menulis tiga macam ulasan yang besar, menengah, dan kecil.
Ulasan besarnya disebut tafsir, dan mengikuti pola tafsir Al-Qur’an. Dia
mengutip satu paragraf dari tulisan Aristoteles kemudian memberikan penafsiran
serta ulasan atasnya. Kini kita masih memiliki ulasan besarnya dalam bahsa Arab
yaitu metaphysica, yang disunting oleh Bouyges. Ulasan kecilnya disebut talkhis. Dalam bahasa Arab talkhis
berarti rangkuman. Orangf mungkin lebih banyak bahwa usalan-ulasan ini
mengemukakan filsafat Aristoteles, tapi padahal juga mengungkapkan filsafat
Rusyd. Suatu ringkasan yang berjudul Majmu’ah
atau Jawami’, yang terdiri atas enam
buku yaitu: physics, De Caelo et Mundo,
De Generatione et Corruptione, Meteorologica, De Anima dan Metaphysica, kini telah diterbitkan
dalam bahasa Arab. Dalam ulasan-ulasan ini Ibnu Rusyd tidak mengikuti teks asli
dari karya Aristoteles dan tahapan pemikirannya.
Ketika
Abu Ya’kub meninggal dunia, dia digantikan anaknya yang bernama Abu Yusuf yang
bergelar Al-Manshur pada tahun 589 H/1184 M. Lantaran Abu Yusuf adalah seorang
yang mencintai ilmu, maka dirinya menjadikan Ibnu Rusyd sebagai teman dekat,
menghormatinya, dan mempertahankannya pada posisi yang tinggi di istana
khalifah.
Posisi
dan nasib baik Ibnu Rusyd di mata khalifah tersebut tak pelak menjadi penyebab
munculnya kedengkian dan iri hati dari para ahli fiqh, sehingga membuat mereka
merencanakan niat jahat untuk menghancurkannya, memfitnahnya di hadapan
khalifah, menuduhnya sebagai orang yang kafir dan zindik karena kesibukannya
mempelajari buku-bukui para filosof terdahulu, serta melaknat secara terbuka
orang-orang yang membaca bukunya dan buku-buku para filosof pada umumnya.
Kebetulan pada saat itu khalifah sedang menghadapi perang melawan Raja Qastala,
Alfonso IX dan khalifah membutuhkan dukungan sebagian besar rakyat, sementara
para ahli fiqh memiliki pengaruh yang kuat di tengah-tengah masyarakat.
Oleh
karena itu, khalifah memenuhi usulan para ahli fiqh dan terpaksa mengikuti
kemauan mereka. Maka, khalifah memerintahkan pembakaran buku-buku Ibnu Rusyd
dan melarang terhadap pengajaran topik-topiknya. Hal yang sama dialami
buku-buku para filosof yang lain, kecuali buku-buku kedokteran, berhitung dan
prinsip-prinsip biologi. Khalifah membuang Ibnu Rusyd dan sejumlah tokoh yang
sibuk mempelajari ilmu hikmah dan ilmu-ilmu Yunani ke Lucena dekat Kordoba.
Ketika
perang berakhir dan suasana kembali tenang, khalifah membebaskan Ibnu Rusyd dan
para tokoh cendikiawan lain yang pernah ia murkai dan buang. Khalifah membolehkan
kembali mereka mengajarkan filsafat, memaafkan Ibnu Rusyd, dan mengembalikannya
ke istana di Marrakusy Maroko. Sayangnya usia Ibnu Rusyd sudah senja, sehingga
setelah itu dia meninggal dunia pada tahun 595 H/1198 M dalam usia 72 tahun.
Ibnu Rusyd dimakamkan di Marrakusy, kemudian kerangka mayatnya dipindahkan ke
Kordoba.
Semasa
hidupnya Ibnu Rusyd lebih dikenal dan dihargai di Eropa Tengah daripada di
Timur dikarenakan beberapa sebab. Pertama, tulisan-tulisannya yang banyak
jumlahnya itu diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan diedarkan serta
dilestarikan, sedangkan teksnya yang asli dalam bahasa Arab dibakar atau
dilarang diterbitkan lantaran mengandung semangat anti filsafat dan filosof.
Kedua, Eropa pada zaman Renaissance dengan mudah menerima filsafat dan metode
ilmiah sebagaimana dianut oleh Ibnu Rusyd, sedangkan di Timur ilmu dan filsafat
mulai dikurbankan demi berkembangnya gerakan-gerakan mistis dan keagamaan. Sebenarnya, dia sendiri terpengaruh oleh
adanya pertentangan ilmu dan filsafat dengan agama. Agama memenangkan
pertikaian itu di Timur, dan ilmu memenangkannya di Barat.
B.
Pemikiran
Ibnu Rusyd
Ibnu
Rusyd terkenal sebagai seorang filosof yang menentang Al-Ghazali. Bukunya yang
khusus menentang filsafat Al-Ghazali ialah Tahafutut-tahafut
yang menentang buku Al-Ghazali Tahafutu
Falasifah. Dalam bukunya itu Ibnu Rusyd membela kembali pendapat-pendapat
ahli filsafat Yunani dan Islam yang telah diserang habis-habisan oleh
Al-Ghazali. Sebagai pembela Aristoteles, tentu saja Ibnu Rusyd menolak prinsip ijraul-adat dari Al-Ghazali. Seperti
Al-Farabi, dia juga mengemukakan prinsip hukum kausal dari Aristoteles dan
mengatakan bahwa filsafat tidak berlawanan dengan agama, bahkan mengukuhkannya
dan menjelaskan perumusan-perumusannya.
Dalam
menguraikan perlunya pemaduan tersebut ia menguraikan empat masalah:
1. Keharusan
berfilsafat menurut syara’
Menurut
Ibnu Rusyd, fungsi filsafat tidak lebih daripada mengadakan penyelidikan
tentang alam wujud dan memandangnya sebagai jalan untuk menemukan zat yang
membuatnya. Seperti dalam Qs. al-Araaf : 185 berikut:
Artinya:
“Dan apakah mereka tidak memperhatikan
kerajaan langit dan bumi dan segala sesuatu yang diciptakan Allah, dan
kemungkinan telah dekatnya kebinasaan mereka? Maka kepada berita manakah lagi
mereka akan beriman selain kepada Al Qur'an itu?”
Maksud
ayat tersebut tidak lain adalah pengambilan suatu hukum yang belum diketahui
(majmul), dan inilah yang disebut qiyas
akli. Oleh karena itu, penyelidikan yang bersifat filosofis menjadi suatu
kewajiban.
2. Pengertian
lahir dan pengertian batin serta keharusan takwil
Filosof-filosof
Islam sepakat bahwa akal dan wahyu keduanya menjadi sumber pengetahuan, dan
akal untuk mencapai kebenaran nas-nas yang menurut lahirnya berlawanan dengan
filsafat. Bagi Ibnu Rusyd, nas-nas itu bias ditakwilkan (ditafsirkan) menurut
aturan-aturan takwil dalam bahasa Arab, seperti halnya dengan kata-kata dari
syara’ dapat ditakwilkan pula dari segi aturan fiqh. Oleh karena itu,
ulama-ulama Islam sepakat bahwa tidak semua kata yang datang dari syara’
diartikan menurut arti lahirnya, tidak pula harus dikeluarkan semuanya dari
lahirnya (jadi memakai arti batin).
Dengan
demikian, ada arti lahir dan arti batin. Kalau arti-arti lahir sesuai dengan
hasil pemikiran, maka arti ini harus diambil, dan kalau berlainan, maka harus
dicari penakwilannya. Arti takwil ialah mengeluarkan suatu kata dari yang
harfiah hakiki untuk dibawa kepada arti majazi
(bukan arti yang sebenarnya).
3. Aturan-aturan
takwil
Ibnu
Rusyd meletakkan beberapa aturan sebagai pegangan dalam melakukan takwil,
yaitu:
a) Setiap
orang harus menerima dasar-dasar syara’ dan mengikutinya, serta menginsafi
bahwa syara’ melarang memperkatakan hal-hal yang tidak disinggung-singgung
olehnya.
b) Yang
berhak mengadakan takwil hanya golongan filsuf semata.
c) Hasil
penakwilan hanya bisa dikemukakan kepada golongan pemakai qiyas burhani.
d) Kaum
Muslimin sudah sepakat bahwa dalam syara’ ada tiga bagian, yaitu:
§ bagian
yang harus diartikan menurut lahirnya,
§ bagian
yang harus ditakwilkan, dan
§ bagian
yang masih diperselisihkan.
4. Pertalian
akal dan wahyu
Meskipun
Ibnu Rusyd memuja kekuatan akal dan mempercayai kesanggupannya untuk
mengetahui, ia menyatakan bahwa dalam dunia ini ada hal-hal yang terletak di
luar kesanggupan akal untuk dapat diketahuinya. Oleh karena itu, kita harus
kembali kepada wahyu yang diturunkan untuk menyempurnakan pengetahuan akal.
Dalam
bukunya, ia mengatakan bahwa: “Semua yang tidak disanggupi akal, maka Tuhan
memberikannya kepada manusia melalui wahyu.” Misalnya mengetahui Tuhan,
mengetahui arti kebahagiaan dan kesengsaraan di dalam dunia dan akhirat, dan
mengetahui jalan untuk mencapai kebahagiaan dan menjauhi kesengsaraan tersebut.
Berkali-kali Ibnu Rusyd menegaskan bahwa perhatian filsafat ditujukan kepada
pengenalan apa yang dibawa oleh syara’. Kalau maksud ini dicapai, maka filsafat
harus mengakui kelemahan akal manusia terhadap hal-hal yang dibawa oleh syara’,
yang hanya bisa diketahui melalui syara’ itu sendiri.
Menurut
Ibnu Rusyd, kehidupan dan kebahagiaan seseorang di dunia dan di akhirat nanti
tidak terdapat kecuali dengan keutamaan yang berhubungan dengan fikiran dan
penyelidikan yang hanya bisa dicapai dengan keutamaan akhlak. Keutamaan akhlak
ini tidak tertanam di dalam jiwa kecuali dengan jalan mengetahui Tuhan dan memujanya
dengan ibadah-ibadah yang dilakukan menurut agama, seperti memberikan kurban,
berdoa dan sholat, serta perbuatan-perbuatan lain yang hanya bisa diketahui
dari syara’ yang diwahyukan itu. Dengan kata lain, soal-soal tersebut
seluruhnya, tidak akan jelas kecuali dengan wahyu.
Di
antara karangan-karangannya mengenai filsafat adalah:
1. Tahafutut-Tahafut
2. Risalah
fi Ta’alluqi ‘Ilmillahi ‘an aAdami Ta’alluqihi bil-juziyat
3. Tafsiru
ma ba’dath-Thabiat
4. Fashlul-Maqal
fi ma Bainal-hikmah wasy-Syariah Minal-Ittishal
5. Al-Kasyfu
‘an Manahijil ‘Adilah fi ‘Aqaidi Ahlil Millah
6. Naqdu
Kadhariyat ibni Sina ‘Anil-Mumkin Lidzatihi wal-Mumkin Lighairihi
7. Risalah
fi-Wujudil-Azali wal-Wujudil-Muaqqat
8. Risalah
fil-Aqli wal-Ma’quli.
Ibnu
Rusyd mengagungkan kedudukan akal dan argumentasi rasional dalam menalar segala
hal yang ada dan dalam mencapai tingkat hakikat. Kecenderungannya pada
rasionalitas ini membuatnya mengambil sikap moderat, bijaksana, dan jernih
terhadap para filosof terdahulu, karena dia sendiri memandang bahwa setiap
pemikir harus memanfaatkan ide-ide para pemikir terdahulu dan mengusai akalnya
sesuai dengan argumentasi rasional yang benar. Intinya, yang benar kita terima
dan yang salah kita tolak, serta senantiasa berhati-hati terhadapnya.
Ibnu
Rusyd membicarakan filsafat ketuhanan di berbagai karangannya, antara lain pada
Tahafutut-Tahafut dan Mana-hijal Adillah, filsafat ini
membahas tentang wujud Tuhan, sifat-sifat-Nya dan hubungan-Nya dengan alam.
Mengenai
wujud Tuhan, dalam Fashl Al Maqal Ibnu Rusyd menyatakan, bahwa mangenal
pencipta itu hanya mungkin dengan mempelajari alam wujud yang diciptakan-Nya,
untuk dijadikan petunjuk bagi adanya pencipta itu. Allah memberikan dua dalil
dalam kitab-katab-Nya, yang diringkas oleh Ibnu Rusyd sebagai dalil ‘inayah dan
dalil ikhtira’ (cipta).
a) Dalil
‘Inayah
Apabila alam ini kita perhatikan, maka kita akan mengetahiu
bahwa apa yang ada di dalamnya sesuai sekali dengan kehidupan manusia dan
makhluk-makhluk lain. Persesuaian ini, bukan terjadi secara kebetulan, tetapi
menunjukkan adanya penciptaan yang rapi dan teratur yang didasarkan atas ilmu
dan kebijaksanaan sebagaimana yang ditunjukkan oleh ilmu pengetahuan
modern.Dalil ‘inayah ini mempunyai kelebihan karena mengajak kita kepada
pengetahuan yang benar, bukan sekedar ada argumentasi, tapi mendorong kita
untuk memperbanyak penyelidikan dan menyingkap rahasia-rahasia alam, bukan
untuk menimbulkan kesulitan dan kejanggalan.
b) Dalil
Ikhtira
Dalil
ikhtira ini sama jelasnya dengan dalil ‘inayah karena adanya penciptaan tampak
jelas pada makhluk-makhluk yang Allah ciptakan, dengan gejala hidup yang
berbeda-beda. Kesemuanya tidak terjadi secara kebetulan, sebab kalau terjadi
secara kebetulan tentulah tingkatan hidup tidak berbeda-beda. Kesemuanya ini
menunjukkan adanya pencipta yang menghendaki supaya sebagian makhluknya lebih
tinggi daripada makhluk yang lain.
Di
samping kedua dalil tersebut, Ibnu Rusyd juga mengemukakan dalil lain yaitu
dalil Penggerak Pertama yang
diambilnya dari Aristoteles. Dalil ini menyatakan bahwa alam semesta ini
bergerak dengan suatu gerakan yang abadi, dan gerakan ini mengandung adanya
penggerak pertama yang tidak bergerak dan tidak berbenda yaitu Tuhan. Namun
Ibnu Rusyd tidak mengikuti pemikiran Aristoteles yang mengatakan bahwa gerakan
benda-benda langit adalah qadim, karena Ibnu Rusyd mengatakan bahwa
banda-bernda langit gerakannya dijadikan oleh Tuhan dari tiada dan bukan dalam
zaman, karena zaman tidak mungkin mendahului wujud perkara yang bergerak,
selama zaman itu kita anggap sebagai ukuran gerakannya. Jadi gerakan
menghendaki adanya penggerak pertama atau sebab yang mengeluarkan dari tiada
menjadi wujud.
BAB
III
KOMENTAR
PENULIS
Ibnu
Rusyd adalah seorang filosof cemerlang, ahli ilmu al-Qur’an, serta ahli ilmu
kealaman seperti fisika, kedokteran, biologi dan astronomi. Ibnu Rusyd
mengadakan pemaduan antara agama dengan filsafat bahkan melebihi orang-orang
sebelumnya. Hal ini disebabkan fuqaha-fuqaha pada masanya mengingkari filsafat
Yunani, terutama filsafat Aristoteles. Mereka mendapat bantuan dari penguasa
negara Muwahidin, tempat Ibnu Rusyd hidup di bawah naungannya, yang dalam
persoalan agama dan filsafat dengan tegas-tegas memihak kepada Al-Ghazali.
Dengan segala ketekunan Ibnu Rusyd harus mangadakan pemaduan antara agama
dengan filsafat karena adanya serangan yang berat terhadap filsafat terutama
dari Al-Ghazali. Akhirnya dengan segala ketekunannya Ibnu Rusyd dapat mengarang
buku yang khusus menentang filsafat Al-Ghazali ialah Tahafutut-tahafut yang menentang buku Al-Ghazali Tahafutu Falasifah.
Semasa
hidupnya Ibnu Rusyd lebih dikenal dan dihargai di Eropa Tengah daripada di
Timur dikarenakan beberapa sebab. Pertama, tulisan-tulisannya yang banyak
jumlahnya itu diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan diedarkan serta dilestarikan,
sedangkan teksnya yang asli dalam bahasa Arab dibakar atau dilarang diterbitkan
lantaran mengandung semangat anti filsafat dan filosof. Kedua, Eropa pada zaman
Renaissance dengan mudah menerima filsafat dan metode ilmiah sebagaimana dianut
oleh Ibnu Rusyd, sedangkan di Timur ilmu dan filsafat mulai dikurbankan demi
berkembangnya gerakan-gerakan mistis dan keagamaan. Sebenarnya, dia sendiri terpengaruh oleh
adanya pertentangan ilmu dan filsafat dengan agama. Agama memenangkan
pertikaian itu di Timur, dan ilmu memenangkannya di Barat.
BAB
IV
KESIMPULAN
Ibnu
Rusyd adalah seorang filosof cemerlang, ahli ilmu al-Qur’an, serta ahli ilmu
kealaman seperti fisika, kedokteran, biologi dan astronomi. Ia dikenal di Barat
dengan nama Averroes, tapi nama yang lengkap adalah Abu Al-Wahid Muhammad ibn Ahmad Ibn Muhammad Ibn Rusyd. Ia lahir di
kota Kordoba, Spanyol pada tahun 520 H/1126 M. Ibnu Rusyd berasal dari sebuah
keluarga terpelajar yang berkebangsaan Spanyol yang terkemuka sejak beberapa
generasi di atasnya. Keluarganya terkenal alim dalam ilmu fiqh. Kakeknya,
seorang konsultan hukum serta menjadi qadli dan imam masjid besar Kordoba.
Sedang ayahnya bernama Abu Al-Qosim juga seorang qadli, dia pernah menjabat
sebagai kepala pengadilan di Andalusia. Ibnu Rusyd adalah seorang yang cerdas
yang menguasai Al-Qur’an beserta penafsirannya, hadits Nabi, ilmu fiqh, bahasa
dan sastra Arab. Metode belajarnya secara lisan dari seorang ahli (‘alim). Ibnu
Rusyd adalah murid dua filosof besar Maghribiah, Ibnu bajjah dan Ibnu Thufail.
Ibnu Rusyd terkenal
sebagai seorang filosuf yang menentang Al-Ghazali. Dalam bukunya Tahafutut-tahafut, Ibnu Rusyd membela
pendapat-pendapat ahli filsafat Yunani dan Islam yang telah diserang
habis-habisan oleh Al-Ghazali. Di dalam dunia Islam filsafat Ibnu Rusyd tidak
berpengaruh besar, oleh sebab itu, namanya tidak seharum nama Al-Ghazali. Malah
karena isi filsafatnya yang dianggap sangat bertentangan dengan pelajaran agama
Islam yang umum, Ibnu Rusyd dianggap sebagai seorang yang zindik. Karena
pendapatnya itu juga dia pernah diasingkan ke Lucena. Itu semua akibat kedengkian dan iri hati dari
para ahli fiqh, sehingga membuat mereka merencanakan niat jahat untuk
menghancurkannya, memfitnahnya di hadapan khalifah, menuduhnya sebagai orang
yang kafir dan zindik karena kesibukannya mempelajari buku-bukui para filosof terdahulu,
serta melaknat secara terbuka orang-orang yang membaca bukunya dan buku-buku
para filosof pada umumnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Mustofa, H. A, Filsafat Umum,
Bandung: Pustaka Setia, 2004.
‘Utsman Najati, Muhammad, Dr,
Jiwa dalam Pandangan Para Filosof
Muslim, Bandung: Pustaka
Hidayah, 2002.
Leaman, Oliver, Pengantar
Filsafat Islam, Sebuah Pendekatan Tematis, Jakarta: Mizan, 2002.
Hadi, Saiful, 125 Ilmuwan
Muslim Pengukir Sejarah, Jakarta: PT. Intimedia Cipta Nusantara, cetakan 1,
2002.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar