Senin, 14 Mei 2012

Psikologi Islam


PSIKOLOGI ISLAM

MAKALAH
Dibuat untuk Memenuhi Tugas Individu Pengganti UTS
Pada Mata Kuliah Psikologi Umum

Dosen
Abdul Malik, S.Ag




Oleh :
Karina Noviyanti



SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) SUKABUMI
2010 M / 1431 H

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Islam adalah agama yang sangat agung, yang memberikan pencerahan kepada manusia dalam berbagai aspek terkait dengan alam semesta, manusia dan kehidupan, tentang Dzat yang ada sebelum kehidupan dunia dan alam yang ada sesudahnya serta hubungan ketiga unsur tadi dengan Dzat yang menciptakannya. Dengan kata lain Islam adalah sebuah ideologi (tidak sekedar agama ritual) yang mampu menjawab setiap problematika umat manusia.
Semenjak ribuan tahun yang lalu konsep tentang manusia banyak dirumuskan oleh para ahli dari mulai filsuf, ilmuwan dan agamawan. Manusia moncoba untuk mengetahui hakikat atau esensi dirinya. Seiring berjalannya waktu sejarah mencatat bahwa teori-teori mengenai hakikat atau esensi manusia terus berkembang. Hal inilah yang kemudian memicu lahirnya berbagai disiplin ilmu dengan manusia sebagai subjek dan atau objek kajiannya, dan psikologi adalah salah-satu disiplin ilmu yang termasuk di dalamnya.
Psikologi dapat dimanfaatkan oleh umat Islam untuk memberikan penjelasan ilmiah tentang berbagai problema dan dapat pula dipakai untuk meningkatkan sumber daya manusia. Setidaknya, psikologi dapat dipakai sebagai pisau analisis untuk membedah berbagai permasalahan yang dihadapi umat Islam.
1
 
Di dalam makalah ini penulis mencoba untuk menelaah lebih dalam mengenai Psikologi Islam. Mulai dari sejarah munculnya Psikologi Islam, pengertian Psikologi Islam, ruang lingkup Psikologi Islam, hakikat Psikologi Islam, Metode dan Pendekatan Psikologi Islam, tugas Psikologi Islam, dan beberapa sikap kontra terhadap Psikologi Islam.
B.     Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang penulis bahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Apa yang menjadi latar belakang munculnya Psikologi Islam?
2.      Apa yang dimaksud Psikologi Islam?
3.      Sebutkan ruang lingkup Psikologi Islam?
4.      Apa itu hakikat Psikologi Islam?
5.      Sebutkan metode Psikologi Islam?
6.      Jelaskan tugas Psikologi Islam?
7.      Sebutkan beberapa sikap kontra terhadap Psikologi Islam?

C.    Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah agar para mahasiswa diharapkan dapat :
  1. Mengetahui latar belakang munculnya Psikologi Islam.
  2. Mengetahui definisi Psikologi Islam.
  3. Menyebutkan ruang lingkup Psikologi Islam.
  4. Mengetahui definisi hakikat Psikologi Islam.
  5. Menyebutkan metode Psikologi Islam.
  6. Menjelaskan tugas Psikologi Islam.
  7. Menyebutkan beberapa sikap kontra terhadap Psikologi Islam.







BAB II
PEMBAHASAN

A.    Sejarah Munculnya Psikologi Islam
Psikologi Islam muncul akibat Psikologi Kontemporer Barat dalam perkembangannya mengalami proses keterasingan (alienation). Hal itu dapat dipahami, sebab kehadirannya dilatarbelakangi oleh dominasi pola kehidupan modern yang matrealistik dan hedonistik. Sejumlah peristiwa penting dalam kehidupan psikologi manusia banyak diabaikan, bahkan sengaja dilupakan. Psikologi yang seharusnya membicarakan tentang konsep jiwa, namun justru ia mengabaikan bahkan tidak tahu menahu tentang hakikat jiwa. Dimensi-dimensi moralitas dan spiritualitas misalnya, yang seharusnya menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan psikologi manusia, seakan-akan menjadi wacana yang asing dalam perkembangan psikologi.
Kehadiran Psikologi Islam di satu sisi merupakan reaksi positif bagi serangkaian upaya pengembangan wacana psikologi. Karena bagian terpenting dari kehidupan manusia adalah kehidupan spiritualitas yang berdimensi ilahiah. Dengan adanya Psikologi Islam maka menjadikan disiplin psikologi tidak gersang dan bernilai. Memasukkan ajaran agama kedalam keutuhan disiplin psikologi, merupakan pendekatan baru yang mungkin menyalahi ketentuan sebelumnya, guna memperoleh konsep atau teori yang lebih baik. Asimilasi ini dapat mengkaburkan dua pendekatan yang berbeda, sebab agama berorientasi pada telaah perilaku yang evaluasi dan sarat etik. Sementara psikologi menelaah perilaku yang devaluasi dan netral etik.

B.     Pengertian Psikologi Islam
Untuk dapat mengetahui pengertian Psikologi Islam, ada baiknya kita ketahui dahulu arti dari masing-masing kata tersebut.
3
 
Pengertian Psikologi menurut para ahli:
Menurut Sumadi Suryabrata (1990:1) “yang dimaksud Psikologi adalah ilmu pengetahuan yang berusaha memahami sesama manusia, dengan tujuan untuk dapat memperlakukannya dengan lebih tepat.”
Menurut Drs. M. Ngalim Purwanto, MP (1990:1) “Psikologi berasal dari kata psyche yang berarti jiwa atau ruh, dan logos yang berarti ilmu. Jadi Psikologi adalah ilmu jiwa.”
Menurut Prof. Dr. H. Mohamad Surya (2004:1) “Psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mengkaji perilaku individu dalam interaksi dengan lingkungannya.”
Sedangkan pengertian Islam adalah sebagai berikut:
Islam (Arab: al-islām) artinya berserah diri kepada Tuhan. Islam adalah agama yang mengimani satu Tuhan, yaitu Allah. Dengan demikian, Islam berarti penerimaan dari dan penundukan kepada Tuhan, dan penganutnya harus menunjukkan ini dengan menyembah-Nya, menuruti perintah-Nya, dan menghindari politheisme.
Ada beberapa pengertian Islam, yaitu:
  1. Islam berarti kepatuhan atau penyerahan diri.
  2. Islam berarti kedamaian, kesejahteraan, keselamatan, penyerahan diri dan kepatuhan.
  3. Islam dalam bahasa Arab ialah kata benda jenis masdhar yaitu berasal dari kata kerja.
Menurut Prof. Muhammad Adnan, arti kata Islam ialah:
a.        Islam jika diambil dari urutan asal kata SALIMA, artinya selamat.
b.      Islam jika diambil dari urutan asal kata SALI, artinya damai, rukun, bersatu.
c.       Islam jika diambil dari urutan asal kata ISTASLAMA, artinya tunduk, dan taat  kepada    perintah Allah dengan memakai dasar petunjuk-petunjuk serta bimbingan ajaran Rasul Muhammad SAW.
d.       Islam jika diambil dari urutan asal kata ISTLASAMA, artinya tulus dan ikhlas.
e.        Islam jika diambil dari urutan asal kata SULLAMI, artinya tangga untuk mencapai keluhuran derajat lahir dan batin.
     Dari pengertian Islam tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan adanya 3 aspek, yaitu:
1.   Aspek vertikal
Aspek vertikal mengatur antara makhluk dengan kholiknya (manusia dengan Tuhannya). Dalam hal ini manusia bersikap berserah diri pada Allah.
2.   Aspek horisontal
Aspek horisontak mengatur hubungan antara manusia dengan manusia. Islam menghendaki agar manusia yang satu menyelamatkan, menentramkan dan mengamankan manusia yang lain.
3.   Aspek batiniah
Aspek batiniah mengatur ke dalam orang itu sendiri, yaitu supaya dapat menimbulkan kedamaian, ketenangan batin maupun kematapan rohani dan mental.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Psikologi Islam adalah ilmu pengetahuan yang berbicara tentang manusia, terutama masalah kepribadian manusia, yang berisi filsafat, teori, metodologi dan pendekatan problem dengan didasari sumber-sumber formal Islam (ayat kauniyah) dan akal, indra dan intuisi (ayat kauliyah).
Menurut Dr. Djamaludin Ancok dan Fuat Nashori Soroso (1995:146) ada dua pendekatan terhadap Psikologi Islam. Pendekatan pertama, mengungkapkan bahwa yang dimaksud dengan Psikologi Islam adalah konsep psikologi modern yang telah kita kenal selama ini, yang telah mengalami proses filterisasi dan didalamnya terdapat wawasan Islam. Jadi konsep-konsep atau teori-teori dari aliran-aliran psikologi modern kita terima secara kritis. Menurut Pandangan ini, tugas kita adalah membuang konsep-konsep yang kontra atau anti-Islam. Mereka berpandangan bahwa psikologi modern yang ada dan telah kita kenal selama ini bisa saja kita sebut Islami asalkan ia sesuai dengan pandangan Islam.
Pada dataran praktis pandangan di atas dapat kita benarkan pada saat ini, karena psikologi adalah ilmu yang sekuler dan karenanya memberikan wawasan Islam terhadap konsep psikologi modern adalah suatu cara agar konsep-konsep yang dipakai mengalami filterisasi dan tidak lagi menyesatkan.
Hanya saja muncul sejumlah pertanyaan: apakah secara substansial pandangan di atas telah mencerminkan pandangan Islam tentang manusia? Apakah upaya membangun konsep tentang manusia yang didasarkan pada pandangan Psikologi Barat kemudian dilapisi dengan pandangan Islam bukannya malah menyesatkan?
Mengingat bahwa pandangan di atas kurang memenuhi harapan, maka kita perlu mencermati suatu definisi lain tentang Psikologi Islam. Penganut pandangan kedua mengungkapkan bahwa Psikologi Islam adalah ilmu tentang manusia yang kerangka konsepnya benar-benar dibangun dengan semangat Islam dan bersandarkan pada sumber-sumber formal Islam, yaitu Al-Qur’an dan Sunnah Nabi, yang dibangun dengan syarat-syarat ilmiah.
Apabila pengertian kedua dipilih, maka tugas kita yang mula-mula adalah merumuskan dahulu konsep Islam tentang manusia, lalu membangun konsep-konsep lanjutan tentang manusia dengan tetap berpegang pada konsep dasar tadi. Setelah itu kita mencoba melakukan riset-riset ilmiah dengan konsep-konsep tersebut serta mencoba menghadirkan pendekatan-pendekatan Psikologi Islam terhadap upaya pengembangan sumber daya manusia dan penyelesaian problem manusia.
Langkah ini memang langkah besar dan sangat mungkin membutuhkan waktu yang sangat panjang untuk membakukannya. Kita harus melalui perdebatan yang mngkin membutuhkan waktu puluhan bahkan ratusan tahun.
Dengan maksud yang sangat praktis di satu sisi serta untuk tujuan jangka panjang di sisi lain, maka dua pengertian di atas dapat kita akomodasikan. Kita perlu memanfaatkan pengertian pertama untuk tujuan jangka pendek dan menggunakan pengertian kedua untuk tujuan jangka panjang. Karena saat ini Psikologi Barat begitu dominan, maka tugas kita adalah belajar melakukan filterisasi. Namun langkah yang lebih besar, yaitu membangun psikologi yang berangkat dengan semangat dan sumber formal Islam, harus terus diupayakan.

C.    Ruang Lingkup Psikologi Islam
Menurut Djamaludin Ancok dan Fuat Nashori Suroso (2004:148) Kajian Psikologi Islam meliputi jiwa dengan memperhatikan badan. Keadaan tubuh manusia bisa jadi merupakan cerminan jiwanya. Ekspresi badan hanyalah salah satu fenomena kejiwaan. Dalam merumuskan siapa manusia itu, Psikologi Islam melihat manusia tidak semata-mata dari perilaku yang diperlihatkan badannya. Bukan pula berdasarkan spekulasi tentang apa dan siapa manusia. Psikologi Islam bermaksud menjelaskan manusia dengan memulainya dengan merumuskan apa kata Tuhan tentang manusia. Psikologi Islam menyadari adanya kompleksitas dalam diri manusia di mana hanya Sang Penciptalah yang mampu memahami dan mengurai kompleksitas itu.
Oleh karenanya, Psikologi Islam sangat memperhatikan apa yang Tuhan katakan tentang manusia. Artinya, dalam menerangkan siapa manusia itu, kita tidak semata-mata mendasarkan diri pada perilaku nyata manusia, akan tetapi bisa kita pahami dari dalil-dalil tentang perilaku manusia yang ditarik dari ungkapan Tuhan. Kajian tentang diri manusia banyak disebut-sebut Allah dalam Al-Quran:
“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al Quran itu adalah benar. Tiadakah cukup bahwa Sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?” (Qs. Fushshilat, 41:53).
Ayat ini hendak mengungkapkan bahwa di alam semesta maupun dalam diri manusia terdapat sesuatu yang menunjukan adanya tanda-tanda kekuasaan Allah. Yang dimaksud dengan sesuatu itu adalah rahasia-rahasia tentang keadaan alam dan keadaan manusia. Apabila rahasia-rahasia tersebut disingkap manusia, maka jadilah manusia sebagai mahluk yang berpengetahuan, mahluk yang berilmu.
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa dalam diri manusia ada kompleksitas yang bisa dijadikan lahan kajian. Dalam berbagai ayat banyak disebutkan istilah-istilah yang berbicara tentang keadaan diri manusia, seperti nafs, ruh, aql, qalb, fitrah, fujura, taqwa, fuad dan sebagainya. Istilah nafs, termasuk kata yang paling sering disebut-sebut oleh Al-Quran, yaitu sebanyak lebih dari 300 kali.
Menurut Djamaludin Ancok dan Fuat Nashori (2004) ada beberapa hal yang harus menjadi catatan, yang pertama bahwa kajian mengenai manusia bukanlah kajian yang berdiri sendiri, tetapi digunakan untuk menuju Allah (Abdul Hamid al-Hashimi, 1991), yang kedua adalah untuk mengenal siapa manusia kita tidak semata-mata menggunakan teks Al-Quran (ayat kauniyah), tapi juga dengan menggunakan, memikirkan dan merefleksikan kejadian-kejadian di alam semesta (ayat kauliyah) dengan akal pikiran, indra dan intuisi. Catatan ketiga kita harus membedakan kebenaran Al-Quran dan kebenaran penafsiran Al-Quran. Secara mutlak Al-Quran adalah benar, tetapi penafsiran atasnya mungkin saja bias. Oleh karena itu rumusan tentang apa dan siapa manusia yang didasarkan pada Al-Quran juga mungkin mengandung bias, kerena bias dalam penafsirannya. Kalau perbedaan penafsiran itu terjadi, maka tugas kita adalah mengembalikannya pada Al-Quran, Al-Quran tidak pernah salah dalam memandang siapa manusia, yang salah adalah penafsiran atasnya.

D.    Hakikat Psikologi Islam
Hakikat Psikologi Islam dapat dirumuskan sebagai berikut: “kajian Islam yang berhubungan dengan aspek-aspek dan perilaku kejiwaan manusia, agar secara sadar ia dapat membentuk kualitas diri yang lebih sempurna dan mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.”
Hakikat definisi tersebut mengandung tiga unsure pokok. Pertama, bahwa Psikologi Islam merupakan salah satu dari kajian masalah-masalah keislaman. Ia memiliki kedudukan yang sama dengan disiplin ilmu keislaman yang lain, seperti Ekonomi Islam, Sosiologi Islam, Politik Islam, Kebudayaan Islam, dan sebagainya. Penempatan kata “Islam” di sini memiliki arti corak, cara pandang, pola piker, paradigm, atau aliran. Artinya, psikologi yang dibangun bercorak atau memiliki pola piker sebagaimana yang berlaku pada tradisi keilmuan dalam Islam, sehingga dapat membentuk aliran tersendiri yang unik dan berbeda dengan psikologi kontemporer pada umumnya. Tentunya hal itu tidak terlepas dari kerangka ontologi (hakikat jiwa), epistimologi (bagaimana cara mempelajari jiwa), dan aksiologi (tujuan mempelajari jiwa) dalam Islam.
Kedua, bahwa Psikologi Islam membicarakan aspek-aspek dan perilaku kejiwaan manusia. Aspek-aspek kejiwaan dalam Islam berupa ar-ruh, al-nafs, al-kalb, al-‘aql, al-dhamir, al-lubb, al-fu’ad, al-sirr, al-fithrah, dan sebagainya. Masing-masing aspek tersebut memiliki eksistensi, dinamisme, proses, fungsi, dan perilaku yang perlu dikaji melalui al-Quran, al-Sunnah, serta dari khazanah pemikiran Islam. Psikologi Islam tidak hanya menekankan perilaku kejiwaan, melainkan juga apa hakikat jiwa sesungguhnya. Sebagai satu organisasi permanen, jiwa manusia bersifat potensial yang aktualisasinya dalam bentuk perilaku sangat tergantung pada daya upaya (ikhtiar)-nya. Dari sini tampak bahwa Psikologi Islam mengakui adanya kesadaran dan kebebasan manusia untuk berkreasi, berpikir, berkehendak, dan bersikap secara sadar, walaupun dalam kebebasan tersebut tetap dalam koridor sunnah-sunnah Allah SWT.
Ketiga, bahwa Psikologi Islam bukan netral etik, melainkan sarat akan nilai etik. Dikatakan demikian sebab Psikologi Islam memiliki tujuan yang hakiki, yaitu merangsang kesadaran diri agar mampu membentuk kualitas diri yang lebih sempurna untuk mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Manusia dilahirkan dalam kondisi tidak mengetahui apa-apa, lalu ia tumbuh dan berkembang untuk mencapai kualitas hidup. Psikologi Islam merupakan salah satu disiplin yang membantu seseorang untuk memahami ekspresi diri, aktualisasi diri, realisasi diri, konsep diri, citra diri, harga diri, kesadaran diri, control diri, dan evaluasi diri, baik untuk diri sendiri ataupun orang lain. Jika dalam memahami diri tesebut ditemukan adanya penyimpangan perilaku maka Psikologi Islam berusaha menawarkan berbagai konsep yang bernuansa ilahiyah, agar dapat mengarahkan kualita hidup yang lebih baik, yang pada gilirannya dapat menikmati kebahagiaan hidup di segalazaman. Walhasil, mempelajari Psikologi Islam dapat berimplikasi membahagiakan diri sendiri dan orang lain, bukan menambah masalah baru seperti hidup dalam keterasingan, kegersangan, dan kegelisahan.

E.     Metode Psikologi Islam
Menurut Abdul Mujib, M. Ag dan Jusuf Mudzakir, M. Si (2001:15) metode pengkajian dan pengembangan Psikologi Islam dapat ditempuh melalui dua cara, yaitu metode pragmatis dan metode idealistik.
Metode pragmatis adalah metode pengkajian atau pengembangan Psikologi Islam yang lebih mengutamakan aspek praktis dan kegunaannya. Maksudnya, bangunan Psikologi Islam dapat diadopsi dan ditransformasikan dari kerangka teori-teori dari Psikologi Barat Kontemporer yang sudah mapan. Teori-teori tersebut dicarikan legalisasi atau justivikasi dari al-nash atau diupayakan pentazkiyah-an, sehingga konklusinya bernuansa Islam. Metode ini sesuai dengan pemikiran Ismail Raji al-Furuqi.
Langkah-langkah operasional yang dapat ditempuh dalam metode pragmatis adalah:
1.      Penguasaan disiplin ilmu modern dan penguraian kategoris.
2.      Survai disiplin ilmu pengetahuan.
3.      Penguasaan khazanak Islam, sebuah ontologi.
4.      Penguasaan khazanah ilmiah Islam, tahap analisis.
5.      Penemuan relevansi Islam yang khas terhadap disiplin-disiplin ilmu pengetahuan.
6.      Penilaian kritis terhadap disiplin ilmu modern, tingkat perkembangannya di masa ini.
7.      Penilaian kritis terhadap khazanah Islam, tingkat perkembangan dewasa ini.
8.      survai permasalahan yang dihadapi umat Islam.
9.      survai permasalahan yang dihadapi umat manusia.
10.  Analisis kreatif dan sintesis.
11.  Penuangan kembali disiplin ilmu modern ke dalam kerangka Islam.
12.  Penyebarluasan ilmu-ilmu yang telah diislamisasikan.

Kelebihan metode pragmatis ini adalah responsif, akomodatif, dan toleran terhadap perkembangan sains modern, khususnya pada disiplin psikologi. Metode ini sangat efektif dan efisien untuk membangun disiplin baru dalam Psikologi Islam, sebab ia tidak beranjak dari pemikiran yang kosong. Namun boleh jadi metode ini membawa Psikologi Islam ke arah frame sekuler yang menyalahi kode etik ilmiah-Qurani. Kekhawatiran itu memungkinkan, sebab paradigma yang digunakan dalam membangun psikologi Barat Kontemporer berbeda dengan paradigma Psikologi Islam, apalagi jika pengadopsian itu tidak melalui proses seleksi yang ketat, sehingga sulit dibedakan mana Psikologi yang bercorak Islam dengan Psikologi yang bercorak sekuler.
Metode yang kedua adalah metode idealistik, yaitu metode yang lebih mengutamakan penggalian Psikologi Islam dari ajaran Islam sendiri. Metode ini menggunakan pola deduktif dengan cara menggali premis mayor (sebagai postulasi) yang digali dari al-nash. Konstruksi premis mayor ini dijadikan sebagai “kebenaran universal” yang dijadikan kerangka acuan penggalian premis minornya. Metode ini sesuai dengan pemikiran Ziauddin Sardar.
Sardar secara rinci telah memberikan kerangka epistimologis dalam menerapkan metode idealistik, yang dituangkan di dalam sembilan konstruksi, yatu:
1.      Didasarkan atas suatu kerangka pedoman mutlak, sebab datangnya dari Tuhan dan Rasul-Nya.
2.      Bersifat aktif dan bukan fasif.
3.      Memandang obyektivitas sebagai masalah umum dan bukan masalah khusus.
4.      Sebagian besar bersifat deduktif.
5.      Memadukan pengetahuan dengan nilai-nilai Islam.
6.      Memandang pengetahuan bersifat inklusif dan bikan eksklusif, yakni menganggap pengalaman manusia sebagai masalah subyektif yang sama validitasnya dengan evolusi yang bersifat obyektif.
7.      Menyusun pengalaman subyektif dan mendorong pencaharian pengalaman-pengalaman ini, yang dari umat Islam sendiri diperoleh komitmen-komitmen nilai dasr mereka.
8.      Memadukan konsep-konsep dari tingkat kesadaran (imajinasi-kreatif) dengan tingkatan pengalaman subyektif (mistik-spiritual), sehingga konsep-konsep dan kiasan-kiasan yang sesuai dengan satu tingkat tidak harus sesuai dengan tingkat yang lain.
9.      Tidak bertentangan dengan pandangan holistik, melainkan menyatu dan manusiawi dan pemahaman dan pengalaman manusia. Dengan demikian, epistimologi Islam sesuai dengan pandangan yang lebih menyatu dari perkembangan pribadi dan pertumbuhan intelektual.

F.     Tugas Psikologi Islam
Setelah menerangkan gejala-gejala yang terjadi pada manusia, maka tugas Psikologi Islam adalah memprediksi perilaku manusia, mengontrol, dan mengarahkan perilaku itu. Berbeda dengan tugas Psikologi Barat yang hanya menerangkan (explanation), memprediksi (prediction), dan mengontrol (controlling) perilaku manusia. Maka, tugas Psikologi Islam adalah lebih dariitu, yaitu menerangkan, memprediksi, mengontrol dan terutama mengarahkan manusia untuk mencapai ridha-Nya. Dengan demikian kehadiran Psikologi Islam dipenuhi dengan suatu misi besar, yaitu menyelamatkan manusia dan mengantarkan manusia untuk memenuhi kecenderungan alaminya untuk kembali pada-Nya dan mendapatkan ridha-Nya. Karena tugas final Psikologi Islam itu menyelamatkan manusia, maka Psikologi harus memanfaatkan ajaran-ajaran agama.

G.    Beberapa Sikap Kontra terhadap Psikologi Islam
Kehadiran Psikologi Islam menimbulkan banyak interpretasi dan reaksi. Salah satu reaksi dan interpretasi mengungkapkan munculnya diskursus Psikologi Islam berkait erat dengan ketidakpuasan terhadap Psikologi Barat. Oleh mereka, Psikologi Islam sering dipandang sebagai semacam pemberontakan terhadap Psikologi Barat. Psikologi Barat yang dominan saat ini,, baik secara filosofis maupun praktis, mempunyai kelemahan-kelemahan yang bersifat fundamental. Kecenderungan psikoanalisis untuk menganggap sinting (delusi) orang yang percaya Tuhan atau behaviorisme yang tidak peduli akan adanya Tuhan menjadi pemicu kesadaran bahwa Psikologi Barat menyimpan banyak ketidakberesan.
Beberapa pihak mengungkapkan bahwa pemunculan gagasan Psikologi Islam menggambarkan adanya rasa tak aman pada diri psikolog Muslim dengan melakukan proses mekanisme pertahanan diri. Menurut pandangan ini, Psikologi Islam mewakili sikap reaktif psikolog Muslim. Psikologi Islam lebih merupakan mitos yang sengaja dibangun psikolog Muslim untuk membentengi diri dari pengaruh Barat. Sebagian dari pengeritik ini mengungkapkan bahwa kalau kaum agamawan atau psikolog Muslim melakukan reaksi terhadap Psikologi Barat dengan faham agamanya, maka tak tertutup kemungkinan akan muncul selain Psikologi Islam, muncul pula Psikologi Kristiani, Psikologi Budha, Psikologi Hindu, Psikologi Yahudi, dan sejenisnya. Keadaan semacam ini oleh mereka dipandang sebagai kemunduruan. Dikatakan kemunduran, karena pengembangan ilmu pengetahuan tidak lagi didasarkan pada rasionalisme yang spekulatif tapi didasarkan pada sumber-sumber yang dogmatis.
Kalau kelompok pengeritik pertama tadi lebih mengaitkan dengan substansinya, maka beberapa pengeritik lain pada dasarnya menyepakati untuk membangun Psikologi yang berwawasan agama (Islam), namun mengusulkan untuk menggunakan istilah selain Psikologi Islam. Menurut mereka, istilah Psikologi Islam boleh jadi hendak membangun konsep Islam tentang Psikologi. Namun, istilah ini adalah istilah yang beresiko, yaitu mengklaim rumusan tertentu yang ditransfer dari al-Quran dan Sunnah Nabi sebagai kebenaran Islam. Padahal, rumusan apapun yang dibuat manusia, selalu mengandung cacat dan kelemahannya sendiri. Adalah lebih baik menggunakan istilah lain yang lebih menggambarkan ide dasar dari ilmu tentang manusia yang didasarkan pada al-Quran itu.
Dalam taraf tertentu, persepsi dan kritik tersebut perlu untuk dipertimbangkan. Dengan kritik-kritik tersebut, kita menjadi faham bagaimana Psikologi Barat, psikologi Muslim yang bergaya Barat maupun psikologi Muslim yang kritis melihat diskursus ini.
Sambil merespon berbagai interpretasi negatif terhadap Psikologi Islam, maka Dr. Djamaludin Ancok dan Fuat Nashori Suroso (1995:144) berpaqndangan bahwa:
Pertama, upaya membangun Psikologi Islam memang tak lepas dari adanya krisisdalam rumusan konsep maupun penerapan Psikologi modern. Akan tetapi, adanya krisis itu lebih dipandang sebagai kondisi yang menyadarkan akan perlunya tindakan perbaikan dan sama sekali bukan sebagai dasar atau landasan Psikologi Islam.
Kedua, sementara itu disadari juga bahwa Tuhanlah yang paling mengerti manusia. Tuhan melalui agama yang telah disempurnakan-Nya, yaitu Islam (melalui al-Quran, al-Sunnah, dan berbagai khazanah pemikiran Islam) berbicara banyak tentang manusia dan pendekatan terhadap penyelesaian problem manusia. Psikologi Islam hadir, karena Islam menyediakan perangkat yang diperlukan untuk membangun Psikologi Islam. Tanpa adanya perangkat tersebut mustahil dilahirkan Psikologi Islam. Yang dimaksud perangkat dalam tulisan ini adalah konsep-konsep Islam tentang manusia, tentang epistemologi ilmu dan bagaimana penggunaan ilmu pengetahuan.
Ketiga, oleh karena itu, menghadirkan Psikologi yang berwawasan Islam adalah upaya untuk mewujudkan suatu Psikologi yang lebih mampu mendudukkan manusia sesuai dengan potensi dan perannya.
Dengan demikian, tidaklah benar kalau Psikologi Islam dipandang sebagai sikap reaktif ataupun mekanisme pertahanan diri. Psikologi Islam didasarkan pada sumber yang sahih kebenarannya, al-Quran dan Sunnah Nabi. Adanya kelemahan Psikologi Barat memang menyadarkan kita akan perlunya dibangun psikologi yang berwawasan agama.







BAB III
KOMENTAR PENULIS


Psikologi Islam lahir atas ketidakpuasan terhadap Psikologi Barat Kontemporer yang dalam perkembangannya mengalami keterasingan, sebab dalam perkembangannya, sejumlah peristiwa penting dalam kehidupan psikologi manusia banyak diabaikan bahkan sengaja dilupakan. Psikologi yang seharusnya membicarakan tentang konsep jiwa, namun justru terabaikan.
Hadirnya Psikologi Islam dalam disiplin ilmu psikologi merupakan suatu reaksi positif dan menjadikan disiplin ilmu psikologi yidak gersang dan bernilai, karena bagian terpenting dalam kehidupan manusia adalah kehidupan spiritualitas yang berdimensi ilahiyah.
Psikologi Islam dengan Psikologi Barat Kontemporer, memiliki karakteristik yang tersendiri. Islam lebih banyak mengungkapkan masalah-masalah qur’aniyah atau dinullah, sedangkan Psikologi Barat Kontemporer lebih banyak mengungkapkan masalah-masalah kauniyah atau sunnatullah, terutama yang berkaitan dengan jiwa. Namun perlu diingat bahwa asumsi yang mendasari munculnya Psikologi Barat Kontemporer lebih banyak dari asumsi hukum alam, yaitu hukum-hukum alam yang diciptakan oleh alam itu sendiri.
Upaya membangun Psikologi Islam memang tak lepas dari adanya krisis dalam rumusan konsep maupun penerapan Psikologi modern. Akan tetapi, adanya krisis itu lebih dipandang sebagai kondisi yang menyadarkan akan perlunya tindakan perbaikan dan sama sekali bukan sebagai dasar atau landasan Psikologi Islam.
16
 
Dalam makalah ini penulis memaparkan sejarah munculnya Psikologi Islam, pengertian Psikologi Islam, ruang lingkup Psikologi Islam, hakikat Psikologi Islam, metode Psikologi Islam, tugas Psikologi Islam, dan beberapa sikap kontra terhadap Psikologi Islam.
Meskipun proses pembuatan makalah ini terkesan agak tergesa-gesa, dan materi-materi yang ditawarkan masih global, tetapi penulis telah berupaya secara maksimal.
Akhirnya penulis sampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang turut membantu dalam proses penyelesaian makalah ini, khususnya kepada Bpk. Abdul Malik, S.Ag yang telah memberikan tugas makalah ini. Dan umumnya kepada rekan-rekan yang telah memberikan motivasi dalam bentuk moril maupun materiil.
Mudah-mudahan makalah ini dapat memberikan manfaat, dan semoga amal ibadah serta kerja keras kita, senantiasa mendapat ridho dan ampunan dari-Nya. Amin.




















BAB IV
KESIMPULAN
           

Psikologi Islam muncul akibat Psikologi Kontemporer Barat dalam perkembangannya mengalami proses keterasingan (alienation). Hal itu dapat dipahami, sebab kehadirannya dilatarbelakangi oleh dominasi pola kehidupan modern yang matrealistik dan hedonistik. Sejumlah peristiwa penting dalam kehidupan psikologi manusia banyak diabaikan, bahkan sengaja dilupakan. Psikologi yang seharusnya membicarakan tentang konsep jiwa, namun justru ia mengabaikan bahkan tidak tahu menahu tentang hakikat jiwa. Dimensi-dimensi moralitas dan spiritualitas misalnya, yang seharusnya menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan psikologi manusia, seakan-akan menjadi wacana yang asing dalam perkembangan psikologi.
Psikologi Islam adalah ilmu pengetahuan yang berbicara tentang manusia, terutama masalah kepribadian manusia, yang berisi filsafat, teori, metodologi dan pendekatan problem dengan didasari sumber-sumber formal Islam (ayat kauniyah) dan akal, indra dan intuisi (ayat kauliyah).
18
 
Kajian Psikologi Islam meliputi jiwa dengan memperhatikan badan. Keadaan tubuh manusia bisa jadi merupakan cerminan jiwanya. Ekspresi badan hanyalah salah satu fenomena kejiwaan. Dalam merumuskan siapa manusia itu, Psikologi Islam melihat manusia tidak semata-mata dari perilaku yang diperlihatkan badannya. Bukan pula berdasarkan spekulasi tentang apa dan siapa manusia. Psikologi Islam bermaksud menjelaskan manusia dengan memulainya dengan merumuskan apa kata Tuhan tentang manusia. Psikologi Islam menyadari adanya kompleksitas dalam diri manusia di mana hanya Sang Penciptalah yang mampu memahami dan mengurai kompleksitas itu. Psikologi Islam sangat memperhatikan apa yang Tuhan katakan tentang manusia. Artinya, dalam menerangkan siapa manusia itu, kita tidak semata-mata mendasarkan diri pada perilaku nyata manusia, akan tetapi bisa kita pahami dari dalil-dalil tentang perilaku manusia yang ditarik dari ungkapan Tuhan.
Hakikat Psikologi Islam adalah kajian Islam yang berhubungan dengan aspek-aspek dan perilaku kejiwaan manusia, agar secara sadar ia dapat membentuk kualitas diri yang lebih sempurna dan mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Metode pengkajian dan pengembangan Psikologi Islam dapat ditempuh melalui dua cara, yaitu metode pragmatis dan metode idealistik. Metode pragmatis adalah metode pengkajian atau pengembangan Psikologi Islam yang lebih mengutamakan aspek praktis dan kegunaannya. Sedangkan metode idealistik adalah metode yang lebih mengutamakan penggalian Psikologi Islam dari ajaran Islam sendiri.
Tugas Psikologi Islam adalah memprediksi perilaku manusia, mengontrol, dan mengarahkan perilaku itu. Berbeda dengan tugas Psikologi Barat yang hanya menerangkan (explanation), memprediksi (prediction), dan mengontrol (controlling) perilaku manusia.
Beberapa pihak mengungkapkan bahwa pemunculan gagasan Psikologi Islam menggambarkan adanya rasa tak aman pada diri psikolog Muslim dengan melakukan proses mekanisme pertahanan diri. Menurut pandangan ini, Psikologi Islam mewakili sikap reaktif psikolog Muslim. Psikologi Islam lebih merupakan mitos yang sengaja dibangun psikolog Muslim untuk membentengi diri dari pengaruh Barat. Sebagian dari pengeritik ini mengungkapkan bahwa kalau kaum agamawan atau psikolog Muslim melakukan reaksi terhadap Psikologi Barat dengan faham agamanya, maka tak tertutup kemungkinan akan muncul selain Psikologi Islam, muncul pula Psikologi Kristiani, Psikologi Budha, Psikologi Hindu, Psikologi Yahudi, dan sejenisnya. Keadaan semacam ini oleh mereka dipandang sebagai kemunduruan. Dikatakan kemunduran, karena pengembangan ilmu pengetahuan tidak lagi didasarkan pada rasionalisme yang spekulatif tapi didasarkan pada sumber-sumber yang dogmatis.




KATA PENGANTAR
 


Bismillahirahmanirrahim,
Segala puji hanya untuk Allah, Tuhan seru sekalian alam. Shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, Rasulullah terakhir yang diutus dengan membawa syari’ah yang mudah, penuh rahmat, dan membawa keselamatan dalam kehidupan dunia dan akhirat.
Makalah berjudul Psikologi Islam ini disusun untuk memenuhi tugas individu pengganti UTS pada mata kuliah psikologi umum. Saya telah berusaha semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan yang ada agar makalah ini dapat tersusun sesuai harapan.
Sesuai dengan fitrahnya, manusia diciptakan Allah sebagai makhluk yang tak luput dari kesalahan dan kekhilafan, maka dalam makalah yang saya susun ini pun belum mencapai tahap kesempurnaan.
Saya sampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang turut membantu dalam proses penyelesaian makalah ini, khususnya kepada Bpk. Abdul Malik, S.Ag yang telah memberikan tugas makalah ini. Dan umumnya kepada rekan-rekan yang telah memberikan motivasi dalam bentuk moril maupun materiil.
Mudah-mudahan makalah ini dapat memberikan manfaat, dan semoga amal ibadah serta kerja keras kita, senantiasa mendapat ridho dan ampunan dari-Nya. Amin.


                                                                        Sukabumi,   Mei 2010
                                                                       
Penulis



i
 
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar