PSIKOLOGI ISLAM
MAKALAH
Dibuat untuk Memenuhi Tugas
Individu Pengganti UTS
Pada
Mata Kuliah Psikologi Umum
Dosen
Abdul Malik,
S.Ag
Oleh :
Karina Noviyanti
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) SUKABUMI
2010 M /
1431 H
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam adalah agama yang sangat agung, yang memberikan pencerahan kepada
manusia dalam berbagai aspek terkait dengan alam semesta, manusia dan
kehidupan, tentang Dzat yang ada sebelum kehidupan dunia dan alam yang ada
sesudahnya serta hubungan ketiga unsur tadi dengan Dzat yang menciptakannya.
Dengan kata lain Islam adalah sebuah ideologi (tidak sekedar agama ritual) yang
mampu menjawab setiap problematika umat manusia.
Semenjak ribuan tahun yang lalu konsep tentang manusia banyak dirumuskan oleh
para ahli dari mulai filsuf, ilmuwan dan agamawan. Manusia moncoba untuk
mengetahui hakikat atau esensi dirinya. Seiring berjalannya waktu sejarah
mencatat bahwa teori-teori mengenai hakikat atau esensi manusia terus
berkembang. Hal inilah yang kemudian memicu lahirnya berbagai disiplin ilmu
dengan manusia sebagai subjek dan atau objek kajiannya, dan psikologi adalah
salah-satu disiplin ilmu yang termasuk di dalamnya.
Psikologi dapat dimanfaatkan oleh umat Islam untuk memberikan penjelasan
ilmiah tentang berbagai problema dan dapat pula dipakai untuk meningkatkan
sumber daya manusia. Setidaknya, psikologi dapat dipakai sebagai pisau analisis
untuk membedah berbagai permasalahan yang dihadapi umat Islam.
|
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang penulis bahas dalam
makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa
yang menjadi latar belakang munculnya Psikologi Islam?
2. Apa
yang dimaksud Psikologi Islam?
3. Sebutkan
ruang lingkup Psikologi Islam?
4. Apa
itu hakikat Psikologi Islam?
5. Sebutkan
metode Psikologi Islam?
6. Jelaskan
tugas Psikologi Islam?
7. Sebutkan
beberapa sikap kontra terhadap Psikologi Islam?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah agar para
mahasiswa diharapkan dapat :
- Mengetahui latar belakang munculnya Psikologi Islam.
- Mengetahui definisi Psikologi Islam.
- Menyebutkan ruang lingkup Psikologi Islam.
- Mengetahui definisi hakikat Psikologi Islam.
- Menyebutkan metode Psikologi Islam.
- Menjelaskan tugas Psikologi Islam.
- Menyebutkan beberapa sikap kontra terhadap Psikologi Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Munculnya Psikologi Islam
Psikologi Islam muncul akibat Psikologi Kontemporer
Barat dalam perkembangannya mengalami proses keterasingan (alienation).
Hal itu dapat dipahami, sebab kehadirannya dilatarbelakangi oleh dominasi pola
kehidupan modern yang matrealistik dan hedonistik. Sejumlah peristiwa penting
dalam kehidupan psikologi manusia banyak diabaikan, bahkan sengaja dilupakan.
Psikologi yang seharusnya membicarakan tentang konsep jiwa, namun justru ia
mengabaikan bahkan tidak tahu menahu tentang hakikat jiwa. Dimensi-dimensi
moralitas dan spiritualitas misalnya, yang seharusnya menjadi bagian yang tak
terpisahkan dari kehidupan psikologi manusia, seakan-akan menjadi wacana yang
asing dalam perkembangan psikologi.
Kehadiran Psikologi Islam di satu sisi merupakan
reaksi positif bagi serangkaian upaya pengembangan wacana psikologi. Karena
bagian terpenting dari kehidupan manusia adalah kehidupan spiritualitas yang
berdimensi ilahiah. Dengan adanya Psikologi Islam maka menjadikan disiplin
psikologi tidak gersang dan bernilai. Memasukkan ajaran agama kedalam keutuhan
disiplin psikologi, merupakan pendekatan baru yang mungkin menyalahi ketentuan
sebelumnya, guna memperoleh konsep atau teori yang lebih baik. Asimilasi ini
dapat mengkaburkan dua pendekatan yang berbeda, sebab agama berorientasi pada
telaah perilaku yang evaluasi dan sarat etik. Sementara psikologi menelaah
perilaku yang devaluasi dan netral etik.
B. Pengertian Psikologi Islam
Untuk dapat mengetahui pengertian Psikologi Islam, ada
baiknya kita ketahui dahulu arti dari masing-masing kata tersebut.
|
Menurut Sumadi Suryabrata (1990:1) “yang dimaksud Psikologi
adalah ilmu pengetahuan yang berusaha memahami sesama manusia, dengan tujuan
untuk dapat memperlakukannya dengan lebih tepat.”
Menurut Drs. M. Ngalim Purwanto, MP (1990:1) “Psikologi
berasal dari kata psyche yang berarti jiwa atau ruh, dan logos yang berarti
ilmu. Jadi Psikologi adalah ilmu jiwa.”
Menurut Prof. Dr. H. Mohamad Surya (2004:1) “Psikologi
adalah ilmu pengetahuan yang mengkaji perilaku individu dalam interaksi dengan
lingkungannya.”
Sedangkan pengertian Islam adalah sebagai berikut:
Islam (Arab: al-islām) artinya berserah diri
kepada Tuhan. Islam adalah agama yang mengimani satu Tuhan, yaitu Allah. Dengan
demikian, Islam berarti penerimaan dari dan penundukan kepada Tuhan, dan
penganutnya harus menunjukkan ini dengan menyembah-Nya, menuruti perintah-Nya,
dan menghindari politheisme.
Ada beberapa pengertian Islam, yaitu:
- Islam berarti kepatuhan atau penyerahan diri.
- Islam berarti kedamaian, kesejahteraan, keselamatan, penyerahan diri dan kepatuhan.
- Islam dalam bahasa Arab ialah kata benda jenis masdhar yaitu berasal dari kata kerja.
Menurut Prof. Muhammad Adnan, arti kata Islam ialah:
a.
Islam jika diambil dari urutan asal kata
SALIMA, artinya selamat.
b.
Islam jika diambil dari urutan
asal kata SALI, artinya damai, rukun, bersatu.
c.
Islam jika diambil dari urutan
asal kata ISTASLAMA, artinya tunduk, dan taat kepada perintah Allah dengan memakai dasar
petunjuk-petunjuk serta bimbingan ajaran Rasul Muhammad SAW.
d.
Islam jika diambil dari urutan asal kata
ISTLASAMA, artinya tulus dan ikhlas.
e.
Islam jika diambil dari urutan asal kata SULLAMI,
artinya tangga untuk mencapai keluhuran derajat lahir dan batin.
Dari pengertian Islam tersebut, maka dapat
ditarik kesimpulan adanya 3 aspek, yaitu:
1. Aspek
vertikal
Aspek vertikal mengatur antara makhluk dengan
kholiknya (manusia dengan Tuhannya). Dalam hal ini manusia bersikap berserah
diri pada Allah.
2. Aspek
horisontal
Aspek horisontak mengatur hubungan antara manusia
dengan manusia. Islam menghendaki agar manusia yang satu menyelamatkan,
menentramkan dan mengamankan manusia yang lain.
3. Aspek
batiniah
Aspek batiniah mengatur ke dalam orang itu sendiri,
yaitu supaya dapat menimbulkan kedamaian, ketenangan batin maupun kematapan
rohani dan mental.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Psikologi
Islam adalah ilmu pengetahuan yang berbicara tentang manusia, terutama masalah
kepribadian manusia, yang berisi filsafat, teori, metodologi dan pendekatan
problem dengan didasari sumber-sumber formal Islam (ayat kauniyah) dan akal,
indra dan intuisi (ayat kauliyah).
Menurut Dr. Djamaludin Ancok dan Fuat Nashori Soroso
(1995:146) ada dua pendekatan terhadap Psikologi Islam. Pendekatan pertama,
mengungkapkan bahwa yang dimaksud dengan Psikologi Islam adalah konsep psikologi
modern yang telah kita kenal selama ini, yang telah mengalami proses
filterisasi dan didalamnya terdapat wawasan Islam. Jadi konsep-konsep atau
teori-teori dari aliran-aliran psikologi modern kita terima secara kritis.
Menurut Pandangan ini, tugas kita adalah membuang konsep-konsep yang kontra
atau anti-Islam. Mereka berpandangan bahwa psikologi modern yang ada dan telah
kita kenal selama ini bisa saja kita sebut Islami asalkan ia sesuai dengan
pandangan Islam.
Pada dataran praktis pandangan di atas dapat kita
benarkan pada saat ini, karena psikologi adalah ilmu yang sekuler dan karenanya
memberikan wawasan Islam terhadap konsep psikologi modern adalah suatu cara
agar konsep-konsep yang dipakai mengalami filterisasi dan tidak lagi
menyesatkan.
Hanya saja muncul sejumlah pertanyaan: apakah secara
substansial pandangan di atas telah mencerminkan pandangan Islam tentang
manusia? Apakah upaya membangun konsep tentang manusia yang didasarkan pada
pandangan Psikologi Barat kemudian dilapisi dengan pandangan Islam bukannya
malah menyesatkan?
Mengingat bahwa pandangan di atas kurang memenuhi
harapan, maka kita perlu mencermati suatu definisi lain tentang Psikologi
Islam. Penganut pandangan kedua mengungkapkan bahwa Psikologi Islam adalah ilmu
tentang manusia yang kerangka konsepnya benar-benar dibangun dengan semangat
Islam dan bersandarkan pada sumber-sumber formal Islam, yaitu Al-Qur’an dan
Sunnah Nabi, yang dibangun dengan syarat-syarat ilmiah.
Apabila pengertian kedua dipilih, maka tugas kita yang
mula-mula adalah merumuskan dahulu konsep Islam tentang manusia, lalu membangun
konsep-konsep lanjutan tentang manusia dengan tetap berpegang pada konsep dasar
tadi. Setelah itu kita mencoba melakukan riset-riset ilmiah dengan
konsep-konsep tersebut serta mencoba menghadirkan pendekatan-pendekatan
Psikologi Islam terhadap upaya pengembangan sumber daya manusia dan
penyelesaian problem manusia.
Langkah ini memang langkah besar dan sangat mungkin
membutuhkan waktu yang sangat panjang untuk membakukannya. Kita harus melalui
perdebatan yang mngkin membutuhkan waktu puluhan bahkan ratusan tahun.
Dengan maksud yang sangat praktis di satu sisi serta
untuk tujuan jangka panjang di sisi lain, maka dua pengertian di atas dapat
kita akomodasikan. Kita perlu memanfaatkan pengertian pertama untuk tujuan
jangka pendek dan menggunakan pengertian kedua untuk tujuan jangka panjang.
Karena saat ini Psikologi Barat begitu dominan, maka tugas kita adalah belajar
melakukan filterisasi. Namun langkah yang lebih besar, yaitu membangun
psikologi yang berangkat dengan semangat dan sumber formal Islam, harus terus diupayakan.
C. Ruang Lingkup Psikologi Islam
Menurut Djamaludin Ancok dan Fuat Nashori Suroso
(2004:148) Kajian Psikologi Islam meliputi jiwa dengan memperhatikan badan.
Keadaan tubuh manusia bisa jadi merupakan cerminan jiwanya. Ekspresi badan
hanyalah salah satu fenomena kejiwaan. Dalam merumuskan siapa manusia itu,
Psikologi Islam melihat manusia tidak semata-mata dari perilaku yang
diperlihatkan badannya. Bukan pula berdasarkan spekulasi tentang apa dan siapa
manusia. Psikologi Islam bermaksud menjelaskan manusia dengan memulainya dengan
merumuskan apa kata Tuhan tentang manusia. Psikologi Islam menyadari adanya
kompleksitas dalam diri manusia di mana hanya Sang Penciptalah yang mampu
memahami dan mengurai kompleksitas itu.
Oleh karenanya, Psikologi Islam sangat memperhatikan
apa yang Tuhan katakan tentang manusia. Artinya, dalam menerangkan siapa
manusia itu, kita tidak semata-mata mendasarkan diri pada perilaku nyata
manusia, akan tetapi bisa kita pahami dari dalil-dalil tentang perilaku manusia
yang ditarik dari ungkapan Tuhan. Kajian tentang diri manusia banyak
disebut-sebut Allah dalam Al-Quran:
“Kami akan memperlihatkan kepada mereka
tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka
sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al Quran itu adalah benar. Tiadakah
cukup bahwa Sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?” (Qs.
Fushshilat, 41:53).
Ayat ini hendak mengungkapkan bahwa di alam semesta
maupun dalam diri manusia terdapat sesuatu yang menunjukan adanya tanda-tanda
kekuasaan Allah. Yang dimaksud dengan sesuatu itu adalah rahasia-rahasia
tentang keadaan alam dan keadaan manusia. Apabila rahasia-rahasia tersebut
disingkap manusia, maka jadilah manusia sebagai mahluk yang berpengetahuan,
mahluk yang berilmu.
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa dalam diri
manusia ada kompleksitas yang bisa dijadikan lahan kajian. Dalam berbagai ayat
banyak disebutkan istilah-istilah yang berbicara tentang keadaan diri manusia,
seperti nafs, ruh, aql, qalb, fitrah, fujura, taqwa, fuad dan sebagainya.
Istilah nafs, termasuk kata yang paling sering disebut-sebut oleh Al-Quran,
yaitu sebanyak lebih dari 300 kali.
Menurut Djamaludin Ancok dan Fuat Nashori (2004) ada
beberapa hal yang harus menjadi catatan, yang pertama bahwa kajian mengenai manusia bukanlah kajian yang berdiri
sendiri, tetapi digunakan untuk menuju Allah (Abdul Hamid al-Hashimi, 1991),
yang kedua adalah untuk mengenal
siapa manusia kita tidak semata-mata menggunakan teks Al-Quran (ayat kauniyah),
tapi juga dengan menggunakan, memikirkan dan merefleksikan kejadian-kejadian di
alam semesta (ayat kauliyah) dengan akal pikiran, indra dan intuisi. Catatan ketiga kita harus membedakan kebenaran
Al-Quran dan kebenaran penafsiran Al-Quran. Secara mutlak Al-Quran adalah
benar, tetapi penafsiran atasnya mungkin saja bias. Oleh karena itu rumusan
tentang apa dan siapa manusia yang didasarkan pada Al-Quran juga mungkin
mengandung bias, kerena bias dalam penafsirannya. Kalau perbedaan penafsiran
itu terjadi, maka tugas kita adalah mengembalikannya pada Al-Quran, Al-Quran
tidak pernah salah dalam memandang siapa manusia, yang salah adalah penafsiran
atasnya.
D. Hakikat Psikologi Islam
Hakikat Psikologi Islam dapat dirumuskan sebagai berikut:
“kajian Islam yang berhubungan dengan
aspek-aspek dan perilaku kejiwaan manusia, agar secara sadar ia dapat membentuk
kualitas diri yang lebih sempurna dan mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia
dan akhirat.”
Hakikat definisi tersebut mengandung tiga unsure
pokok. Pertama, bahwa Psikologi Islam
merupakan salah satu dari kajian masalah-masalah keislaman. Ia memiliki
kedudukan yang sama dengan disiplin ilmu keislaman yang lain, seperti Ekonomi
Islam, Sosiologi Islam, Politik Islam, Kebudayaan Islam, dan sebagainya.
Penempatan kata “Islam” di sini memiliki arti corak, cara pandang, pola piker,
paradigm, atau aliran. Artinya, psikologi yang dibangun bercorak atau memiliki
pola piker sebagaimana yang berlaku pada tradisi keilmuan dalam Islam, sehingga
dapat membentuk aliran tersendiri yang unik dan berbeda dengan psikologi
kontemporer pada umumnya. Tentunya hal itu tidak terlepas dari kerangka
ontologi (hakikat jiwa), epistimologi (bagaimana cara mempelajari jiwa), dan
aksiologi (tujuan mempelajari jiwa) dalam Islam.
Kedua,
bahwa Psikologi Islam membicarakan aspek-aspek dan perilaku kejiwaan manusia.
Aspek-aspek kejiwaan dalam Islam berupa ar-ruh,
al-nafs, al-kalb, al-‘aql, al-dhamir, al-lubb, al-fu’ad, al-sirr, al-fithrah,
dan sebagainya. Masing-masing aspek tersebut memiliki eksistensi, dinamisme,
proses, fungsi, dan perilaku yang perlu dikaji melalui al-Quran, al-Sunnah,
serta dari khazanah pemikiran Islam. Psikologi Islam tidak hanya menekankan
perilaku kejiwaan, melainkan juga apa hakikat jiwa sesungguhnya. Sebagai satu
organisasi permanen, jiwa manusia bersifat potensial yang aktualisasinya dalam
bentuk perilaku sangat tergantung pada daya upaya (ikhtiar)-nya. Dari sini
tampak bahwa Psikologi Islam mengakui adanya kesadaran dan kebebasan manusia
untuk berkreasi, berpikir, berkehendak, dan bersikap secara sadar, walaupun
dalam kebebasan tersebut tetap dalam koridor sunnah-sunnah Allah SWT.
Ketiga,
bahwa Psikologi Islam bukan netral etik, melainkan sarat akan nilai etik.
Dikatakan demikian sebab Psikologi Islam memiliki tujuan yang hakiki, yaitu
merangsang kesadaran diri agar mampu membentuk kualitas diri yang lebih
sempurna untuk mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Manusia
dilahirkan dalam kondisi tidak mengetahui apa-apa, lalu ia tumbuh dan
berkembang untuk mencapai kualitas hidup. Psikologi Islam merupakan salah satu
disiplin yang membantu seseorang untuk memahami ekspresi diri, aktualisasi
diri, realisasi diri, konsep diri, citra diri, harga diri, kesadaran diri,
control diri, dan evaluasi diri, baik untuk diri sendiri ataupun orang lain.
Jika dalam memahami diri tesebut ditemukan adanya penyimpangan perilaku maka
Psikologi Islam berusaha menawarkan berbagai konsep yang bernuansa ilahiyah, agar dapat mengarahkan kualita
hidup yang lebih baik, yang pada gilirannya dapat menikmati kebahagiaan hidup
di segalazaman. Walhasil, mempelajari Psikologi Islam dapat berimplikasi
membahagiakan diri sendiri dan orang lain, bukan menambah masalah baru seperti
hidup dalam keterasingan, kegersangan, dan kegelisahan.
E. Metode Psikologi Islam
Menurut Abdul
Mujib, M. Ag dan Jusuf Mudzakir, M. Si (2001:15) metode pengkajian dan
pengembangan Psikologi Islam dapat ditempuh melalui dua cara, yaitu metode
pragmatis dan metode idealistik.
Metode
pragmatis adalah metode pengkajian atau pengembangan Psikologi Islam yang lebih
mengutamakan aspek praktis dan kegunaannya. Maksudnya, bangunan Psikologi Islam
dapat diadopsi dan ditransformasikan dari kerangka teori-teori dari Psikologi
Barat Kontemporer yang sudah mapan. Teori-teori tersebut dicarikan legalisasi
atau justivikasi dari al-nash atau diupayakan pentazkiyah-an,
sehingga konklusinya bernuansa Islam. Metode ini sesuai dengan pemikiran Ismail
Raji al-Furuqi.
Langkah-langkah
operasional yang dapat ditempuh dalam metode pragmatis adalah:
1.
Penguasaan
disiplin ilmu modern dan penguraian kategoris.
2.
Survai disiplin
ilmu pengetahuan.
3.
Penguasaan
khazanak Islam, sebuah ontologi.
4.
Penguasaan
khazanah ilmiah Islam, tahap analisis.
5.
Penemuan
relevansi Islam yang khas terhadap disiplin-disiplin ilmu pengetahuan.
6.
Penilaian
kritis terhadap disiplin ilmu modern, tingkat perkembangannya di masa ini.
7.
Penilaian
kritis terhadap khazanah Islam, tingkat perkembangan dewasa ini.
8.
survai
permasalahan yang dihadapi umat Islam.
9.
survai
permasalahan yang dihadapi umat manusia.
10. Analisis kreatif dan sintesis.
11. Penuangan kembali disiplin ilmu modern ke
dalam kerangka Islam.
12. Penyebarluasan ilmu-ilmu yang telah
diislamisasikan.
Kelebihan
metode pragmatis ini adalah responsif, akomodatif, dan toleran terhadap
perkembangan sains modern, khususnya pada disiplin psikologi. Metode ini sangat
efektif dan efisien untuk membangun disiplin baru dalam Psikologi Islam, sebab
ia tidak beranjak dari pemikiran yang kosong. Namun boleh jadi metode ini
membawa Psikologi Islam ke arah frame sekuler yang menyalahi kode etik
ilmiah-Qurani. Kekhawatiran itu memungkinkan, sebab paradigma yang digunakan
dalam membangun psikologi Barat Kontemporer berbeda dengan paradigma Psikologi
Islam, apalagi jika pengadopsian itu tidak melalui proses seleksi yang ketat,
sehingga sulit dibedakan mana Psikologi yang bercorak Islam dengan Psikologi
yang bercorak sekuler.
Metode yang
kedua adalah metode idealistik, yaitu metode yang lebih mengutamakan penggalian
Psikologi Islam dari ajaran Islam sendiri. Metode ini menggunakan pola deduktif
dengan cara menggali premis mayor (sebagai postulasi) yang digali dari al-nash.
Konstruksi premis mayor ini dijadikan sebagai “kebenaran universal” yang
dijadikan kerangka acuan penggalian premis minornya. Metode ini sesuai dengan
pemikiran Ziauddin Sardar.
Sardar secara
rinci telah memberikan kerangka epistimologis dalam menerapkan metode
idealistik, yang dituangkan di dalam sembilan konstruksi, yatu:
1.
Didasarkan atas
suatu kerangka pedoman mutlak, sebab datangnya dari Tuhan dan Rasul-Nya.
2.
Bersifat aktif
dan bukan fasif.
3.
Memandang
obyektivitas sebagai masalah umum dan bukan masalah khusus.
4.
Sebagian besar
bersifat deduktif.
5.
Memadukan
pengetahuan dengan nilai-nilai Islam.
6.
Memandang
pengetahuan bersifat inklusif dan bikan eksklusif, yakni menganggap pengalaman
manusia sebagai masalah subyektif yang sama validitasnya dengan evolusi yang
bersifat obyektif.
7.
Menyusun
pengalaman subyektif dan mendorong pencaharian pengalaman-pengalaman ini, yang
dari umat Islam sendiri diperoleh komitmen-komitmen nilai dasr mereka.
8.
Memadukan
konsep-konsep dari tingkat kesadaran (imajinasi-kreatif) dengan tingkatan
pengalaman subyektif (mistik-spiritual), sehingga konsep-konsep dan
kiasan-kiasan yang sesuai dengan satu tingkat tidak harus sesuai dengan tingkat
yang lain.
9.
Tidak
bertentangan dengan pandangan holistik, melainkan menyatu dan manusiawi dan
pemahaman dan pengalaman manusia. Dengan demikian, epistimologi Islam sesuai
dengan pandangan yang lebih menyatu dari perkembangan pribadi dan pertumbuhan
intelektual.
F. Tugas Psikologi Islam
Setelah menerangkan gejala-gejala yang terjadi pada
manusia, maka tugas Psikologi Islam adalah memprediksi perilaku manusia,
mengontrol, dan mengarahkan perilaku itu. Berbeda dengan tugas Psikologi Barat
yang hanya menerangkan (explanation), memprediksi (prediction), dan mengontrol
(controlling) perilaku manusia. Maka, tugas Psikologi Islam adalah lebih
dariitu, yaitu menerangkan, memprediksi, mengontrol dan terutama mengarahkan
manusia untuk mencapai ridha-Nya. Dengan demikian kehadiran Psikologi Islam
dipenuhi dengan suatu misi besar, yaitu menyelamatkan manusia dan mengantarkan
manusia untuk memenuhi kecenderungan alaminya untuk kembali pada-Nya dan
mendapatkan ridha-Nya. Karena tugas final Psikologi Islam itu menyelamatkan
manusia, maka Psikologi harus memanfaatkan ajaran-ajaran agama.
G. Beberapa Sikap Kontra terhadap Psikologi
Islam
Kehadiran Psikologi Islam menimbulkan banyak
interpretasi dan reaksi. Salah satu reaksi dan interpretasi mengungkapkan
munculnya diskursus Psikologi Islam berkait erat dengan ketidakpuasan terhadap
Psikologi Barat. Oleh mereka, Psikologi Islam sering dipandang sebagai semacam
pemberontakan terhadap Psikologi Barat. Psikologi Barat yang dominan saat ini,,
baik secara filosofis maupun praktis, mempunyai kelemahan-kelemahan yang
bersifat fundamental. Kecenderungan psikoanalisis untuk menganggap sinting
(delusi) orang yang percaya Tuhan atau behaviorisme yang tidak peduli akan
adanya Tuhan menjadi pemicu kesadaran bahwa Psikologi Barat menyimpan banyak
ketidakberesan.
Beberapa pihak mengungkapkan bahwa pemunculan gagasan
Psikologi Islam menggambarkan adanya rasa tak aman pada diri psikolog Muslim
dengan melakukan proses mekanisme pertahanan diri. Menurut pandangan ini,
Psikologi Islam mewakili sikap reaktif psikolog Muslim. Psikologi Islam lebih merupakan
mitos yang sengaja dibangun psikolog Muslim untuk membentengi diri dari
pengaruh Barat. Sebagian dari pengeritik ini mengungkapkan bahwa kalau kaum
agamawan atau psikolog Muslim melakukan reaksi terhadap Psikologi Barat dengan
faham agamanya, maka tak tertutup kemungkinan akan muncul selain Psikologi
Islam, muncul pula Psikologi Kristiani, Psikologi Budha, Psikologi Hindu,
Psikologi Yahudi, dan sejenisnya. Keadaan semacam ini oleh mereka dipandang
sebagai kemunduruan. Dikatakan kemunduran, karena pengembangan ilmu pengetahuan
tidak lagi didasarkan pada rasionalisme yang spekulatif tapi didasarkan pada
sumber-sumber yang dogmatis.
Kalau kelompok pengeritik pertama tadi lebih
mengaitkan dengan substansinya, maka beberapa pengeritik lain pada dasarnya menyepakati
untuk membangun Psikologi yang berwawasan agama (Islam), namun mengusulkan
untuk menggunakan istilah selain Psikologi Islam. Menurut mereka, istilah
Psikologi Islam boleh jadi hendak membangun konsep Islam tentang Psikologi.
Namun, istilah ini adalah istilah yang beresiko, yaitu mengklaim rumusan
tertentu yang ditransfer dari al-Quran dan Sunnah Nabi sebagai kebenaran Islam.
Padahal, rumusan apapun yang dibuat manusia, selalu mengandung cacat dan
kelemahannya sendiri. Adalah lebih baik menggunakan istilah lain yang lebih
menggambarkan ide dasar dari ilmu tentang manusia yang didasarkan pada al-Quran
itu.
Dalam taraf tertentu, persepsi dan kritik tersebut
perlu untuk dipertimbangkan. Dengan kritik-kritik tersebut, kita menjadi faham
bagaimana Psikologi Barat, psikologi Muslim yang bergaya Barat maupun psikologi
Muslim yang kritis melihat diskursus ini.
Sambil merespon berbagai interpretasi negatif terhadap
Psikologi Islam, maka Dr. Djamaludin Ancok dan Fuat Nashori Suroso (1995:144)
berpaqndangan bahwa:
Pertama, upaya membangun Psikologi Islam memang
tak lepas dari adanya krisisdalam rumusan konsep maupun penerapan Psikologi
modern. Akan tetapi, adanya krisis itu lebih dipandang sebagai kondisi yang
menyadarkan akan perlunya tindakan perbaikan dan sama sekali bukan sebagai
dasar atau landasan Psikologi Islam.
Kedua, sementara itu disadari juga bahwa
Tuhanlah yang paling mengerti manusia. Tuhan melalui agama yang telah
disempurnakan-Nya, yaitu Islam (melalui al-Quran, al-Sunnah, dan berbagai
khazanah pemikiran Islam) berbicara banyak tentang manusia dan pendekatan
terhadap penyelesaian problem manusia. Psikologi Islam hadir, karena Islam
menyediakan perangkat yang diperlukan untuk membangun Psikologi Islam. Tanpa
adanya perangkat tersebut mustahil dilahirkan Psikologi Islam. Yang dimaksud
perangkat dalam tulisan ini adalah konsep-konsep Islam tentang manusia, tentang
epistemologi ilmu dan bagaimana penggunaan ilmu pengetahuan.
Ketiga, oleh karena itu, menghadirkan Psikologi
yang berwawasan Islam adalah upaya untuk mewujudkan suatu Psikologi yang lebih
mampu mendudukkan manusia sesuai dengan potensi dan perannya.
Dengan demikian, tidaklah benar kalau Psikologi Islam
dipandang sebagai sikap reaktif ataupun mekanisme pertahanan diri. Psikologi
Islam didasarkan pada sumber yang sahih kebenarannya, al-Quran dan Sunnah Nabi.
Adanya kelemahan Psikologi Barat memang menyadarkan kita akan perlunya dibangun
psikologi yang berwawasan agama.
BAB III
KOMENTAR
PENULIS
Psikologi Islam lahir atas ketidakpuasan terhadap Psikologi Barat
Kontemporer yang dalam perkembangannya mengalami keterasingan, sebab dalam
perkembangannya, sejumlah peristiwa penting dalam kehidupan psikologi manusia
banyak diabaikan bahkan sengaja dilupakan. Psikologi yang seharusnya membicarakan
tentang konsep jiwa, namun justru terabaikan.
Hadirnya Psikologi Islam dalam disiplin ilmu psikologi merupakan suatu
reaksi positif dan menjadikan disiplin ilmu psikologi yidak gersang dan
bernilai, karena bagian terpenting dalam kehidupan manusia adalah kehidupan
spiritualitas yang berdimensi ilahiyah.
Psikologi Islam dengan Psikologi Barat Kontemporer, memiliki
karakteristik yang tersendiri. Islam lebih banyak mengungkapkan masalah-masalah
qur’aniyah atau dinullah, sedangkan Psikologi Barat Kontemporer
lebih banyak mengungkapkan masalah-masalah kauniyah atau sunnatullah,
terutama yang berkaitan dengan jiwa. Namun perlu diingat bahwa asumsi yang
mendasari munculnya Psikologi Barat Kontemporer lebih banyak dari asumsi hukum
alam, yaitu hukum-hukum alam yang diciptakan oleh alam itu sendiri.
Upaya membangun Psikologi Islam memang tak lepas dari adanya krisis dalam
rumusan konsep maupun penerapan Psikologi modern. Akan tetapi, adanya krisis
itu lebih dipandang sebagai kondisi yang menyadarkan akan perlunya tindakan
perbaikan dan sama sekali bukan sebagai dasar atau landasan Psikologi Islam.
|
Meskipun proses pembuatan makalah ini terkesan agak tergesa-gesa, dan
materi-materi yang ditawarkan masih global, tetapi penulis telah berupaya
secara maksimal.
Akhirnya penulis sampaikan
terima kasih kepada pihak-pihak yang turut membantu dalam proses penyelesaian
makalah ini, khususnya kepada Bpk. Abdul Malik, S.Ag yang telah memberikan
tugas makalah ini. Dan umumnya kepada rekan-rekan yang telah memberikan
motivasi dalam bentuk moril maupun materiil.
Mudah-mudahan makalah ini
dapat memberikan manfaat, dan semoga amal ibadah serta kerja keras kita,
senantiasa mendapat ridho dan ampunan dari-Nya. Amin.
BAB IV
KESIMPULAN
Psikologi Islam muncul akibat Psikologi Kontemporer Barat dalam
perkembangannya mengalami proses keterasingan (alienation). Hal itu
dapat dipahami, sebab kehadirannya dilatarbelakangi oleh dominasi pola
kehidupan modern yang matrealistik dan hedonistik. Sejumlah peristiwa penting
dalam kehidupan psikologi manusia banyak diabaikan, bahkan sengaja dilupakan.
Psikologi yang seharusnya membicarakan tentang konsep jiwa, namun justru ia
mengabaikan bahkan tidak tahu menahu tentang hakikat jiwa. Dimensi-dimensi
moralitas dan spiritualitas misalnya, yang seharusnya menjadi bagian yang tak
terpisahkan dari kehidupan psikologi manusia, seakan-akan menjadi wacana yang
asing dalam perkembangan psikologi.
Psikologi Islam adalah ilmu pengetahuan yang berbicara tentang manusia,
terutama masalah kepribadian manusia, yang berisi filsafat, teori, metodologi
dan pendekatan problem dengan didasari sumber-sumber formal Islam (ayat
kauniyah) dan akal, indra dan intuisi (ayat kauliyah).
|
Hakikat Psikologi Islam adalah kajian
Islam yang berhubungan dengan aspek-aspek dan perilaku kejiwaan manusia, agar
secara sadar ia dapat membentuk kualitas diri yang lebih sempurna dan
mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Metode pengkajian dan
pengembangan Psikologi Islam dapat ditempuh melalui dua cara, yaitu metode
pragmatis dan metode idealistik. Metode pragmatis adalah metode pengkajian atau
pengembangan Psikologi Islam yang lebih mengutamakan aspek praktis dan
kegunaannya. Sedangkan metode idealistik adalah metode yang lebih mengutamakan
penggalian Psikologi Islam dari ajaran Islam sendiri.
Tugas Psikologi Islam adalah memprediksi perilaku manusia, mengontrol,
dan mengarahkan perilaku itu. Berbeda dengan tugas Psikologi Barat yang hanya
menerangkan (explanation), memprediksi (prediction), dan mengontrol
(controlling) perilaku manusia.
Beberapa pihak mengungkapkan bahwa pemunculan gagasan Psikologi Islam
menggambarkan adanya rasa tak aman pada diri psikolog Muslim dengan melakukan
proses mekanisme pertahanan diri. Menurut pandangan ini, Psikologi Islam
mewakili sikap reaktif psikolog Muslim. Psikologi Islam lebih merupakan mitos
yang sengaja dibangun psikolog Muslim untuk membentengi diri dari pengaruh
Barat. Sebagian dari pengeritik ini mengungkapkan bahwa kalau kaum agamawan
atau psikolog Muslim melakukan reaksi terhadap Psikologi Barat dengan faham
agamanya, maka tak tertutup kemungkinan akan muncul selain Psikologi Islam,
muncul pula Psikologi Kristiani, Psikologi Budha, Psikologi Hindu, Psikologi
Yahudi, dan sejenisnya. Keadaan semacam ini oleh mereka dipandang sebagai
kemunduruan. Dikatakan kemunduran, karena pengembangan ilmu pengetahuan tidak
lagi didasarkan pada rasionalisme yang spekulatif tapi didasarkan pada
sumber-sumber yang dogmatis.
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmanirrahim,
Segala puji
hanya untuk Allah, Tuhan seru sekalian alam. Shalawat dan salam semoga
dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, Rasulullah terakhir yang diutus dengan
membawa syari’ah yang mudah, penuh rahmat, dan membawa keselamatan dalam
kehidupan dunia dan akhirat.
Makalah berjudul Psikologi
Islam ini disusun untuk memenuhi
tugas individu pengganti UTS
pada mata kuliah psikologi umum. Saya telah berusaha semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan yang ada agar
makalah ini dapat tersusun sesuai harapan.
Sesuai dengan fitrahnya,
manusia diciptakan Allah sebagai makhluk yang tak luput dari kesalahan dan
kekhilafan, maka dalam makalah yang saya susun ini pun belum mencapai tahap
kesempurnaan.
Saya sampaikan terima kasih
kepada pihak-pihak yang turut membantu dalam proses penyelesaian makalah ini,
khususnya kepada Bpk. Abdul Malik, S.Ag yang telah memberikan tugas makalah
ini. Dan umumnya kepada rekan-rekan yang telah memberikan motivasi dalam bentuk
moril maupun materiil.
Mudah-mudahan makalah ini
dapat memberikan manfaat, dan semoga amal ibadah serta kerja keras kita,
senantiasa mendapat ridho dan ampunan dari-Nya. Amin.
Sukabumi, Mei 2010
Penulis
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar